TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- “Cari apa pak? Redmi Note 3? Ada di sini.. ayo ikut saya,” kata Bobby, seorang staf yang menangani proses kredit di sebuah gerai ponsel di Plaza Semanggi.
Bobby mengarahkan KompasTekno bukan ke gerai sendiri, melainkan ke sebuah toko lain yang berlokasi di dekatnya, di lantai 2 pusat perbelanjaan itu.
Penjual di toko lain yang dijadikan rujukan memang memiliki stok ponsel Redmi Note 3 (Pro) besutan Xiaomi. Ina, sang penjaga toko, menawarkan ponsel tersebut dengan harga Rp 3 juta untuk versi dengan RAM 3 GB dan media internal 32 GB, serta Rp 2,5 juta untuk versi dengan RAM 2 GB dan media internal 16 GB.
Spesifikasi lain dari Redmi Note 3 mencakup layar 5,5 inci (1.920 x 1.080), prosesor Snapdragon 650, baterai 4050 mAh dengan teknologi quick charge, pemindai sidik jari di bagian punggung, serta kamera 16 megapiksel dan 5 megapiksel.
Redmi Note 3 seharusnya belum dijual di toko-toko ritel offline.
Perangkat ini baru dijajakan secara online di situs Erafone (Erajaya) dan Lazada.
Ina mengakui Redmi Note 3 yang dijualnya bukan berasal dari Erajaya atau Trikomsel selaku distributor resmi Xiaomi di Indonesia.
“Yang di sini bukan garansi TAM (Erajaya), tapi garansi distributor," ujar Ina sambil menyebutkan beberapa nama penyalur tak resmi.
”Yang resmi baru dijual online, itu pun masih pre-order,” imbuhnya.
Kendati demikian, dia menolak Redmi Note 3 dagangannya disebut barang black market (BM) lantaran pihak penyalur gelap juga menyediakan layanan purna jual di pusat servis milik sendiri.
Bukan service center resmi Xiaomi yang jaringannya dimiliki oleh Erajaya.
Istilah “garansi distributor” banyak digunakan untuk menyamarkan ponsel Xiaomi yang masuk lewat jalur tak resmi.
Disebut demikian karena “distributor” yang dimaksud bukan penyalur resmi (Erajaya dan Trikomsel).
Jaminan purna jual resmi pun tak berlaku bagi barang yang masuk ke pasaran secara abu-abu ini.