TRIBUNNEWS.COM - Apa yang Anda lakukan saat baterai ponsel mulai berkedip merah atau mulai menunjukkan sisa tenaganya hanya kurang dari 20 persen?
Sebagian besar orang akan merasa panik. Biasanya, mereka akan segera mencari tempat atau lokasi yang menyediakan stop kontak, lalu segera memasang charger dan menghubungkannya ke ponsel.
Hal seperti ini dikenal sebagai stress gara-gara "low bat".
Riset yang dilakukan perusahaan China, Baidu, mencoba membandingkan seberapa banyak orang yang terkena pengaruh stress tersebut.
Mereka pun melakukan riset pada orang-orang di Australia, Selandia Baru, Kepulauan Pasifik serta Indonesia.
Hasilnya, sebagaimana dirangkum dari Tech in Asia, Minggu (23/10/2016), terlihat negara yang penduduknya paling "menderita" alias paling rentan terhadap stress tersebut adalah Indonesia.
Indikatornya adalah perbandingan antara rata-rata daya hidup baterai ponsel di Indonesia dengan rata-rata global.
Bila secara global rata-rata daya hidup baterai ponsel mencapai 21,7 jam, di Indonesia orang-orang hanya mendapatkan rata-rata 12,8 jam.
Artinya, baterai ponsel milik penduduk Indonesia lebih cepat habis, bahkan tidak bisa bertahan hingga seharian.
Sayangnya, riset tersebut tidak menyebutkan informasi rinci mengenai pola pemakaian ponsel atau alasan yang menyebabkan baterai tersebut lebih cepat habis.
Namun dapat diprediksi rata-rata orang Indonesia merupakan pengguna aktif media sosial, sehingga pola pemakaiannya turut berperan pada daya hidup baterai.
Tak ketinggalan, faktor sinyal jaringan seluler di Indonesia juga turut menyumbang borosnya baterai.
Riset menunjukkan ada sejumlah aplikasi yang memakan banyak daya baterai, misalnya Snapchat, Uber, game Candy Crush Saga serta Clash of Clans.
Sementara beberapa aplikasi lain, seperti Spotify, WhatsApp, Twitter, Facebook Messenger, Line dan Instagram cenderung lebih hemat daya.