Dimana 81% responden menganggap privasi sangat penting untuk dilindungi. 4% tidak menganggap perlindungan privasi penting dan 14% menganggap tidak tahu apakah perlindungan privasi itu penting atau tidak.
Dengan beberapa fakta diatas, jelas Pratama, pemerintah wajib mendorong industri perbankan dan semua sektor yang menggunakan sistem informasi elektronik untuk meningkatkan keamanan sistemnya.
Ini semua wajib dilakukan agar keraguan masyarakat bisa dieliminir dan otomatis meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat.
“Jadi kita berharap dengan adanya BSSN, pemerintah bisa mendorong dua hal sekaligus. Pertama mendorong kesadaran keamanan siber di masyarakat. Kepahaman resiko keamanan dan privasi di perkotaan sudah ada, tinggal pemerintah mendorong ada aksi dari masyarakat untuk mengamankan aset siber mereka sendiri. Lalu kedua, pemerintah mendorong semua instansi pemerintah dan swasta untuk meningkatkan keamanan sistem informasi elektronik. Dua hal ini tidak hanya akan mendorong ekonomi lebih cepat, tapi juga stabilitas politik dan kedaulatan nasional,” terang Pratama.
Populasi survei ini adalah warga negara Indonesia di 9 kota besar meliputi DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Palembang, Bali dan Makasar. Survei ini menggunakan metode stratified multistage random sampling.
Jumlah sampel dalam survei ini adalah 400 responden dengan margin of error 4.9 % pada tingkat kepercayaan 95%.
Metode pengumpulan data adalah responden terpilih diwawancara secara tatap muka menggunakan kuesioner oleh pewawancara yang telah dilatih.
Kendali mutu survei adalah pewawancara lapangan minimal mahasiswa atau sederajat dan mendapatkan pelatihan (workshop) secara intensif di setiap pelaksanaan survei. Pengambilan data survei (penentuan responden dan wawancara di lapangan) dilaksanakan pada 1-9 Juni 2017.