Menurutnya, setiap warga negara saat ini tinggal di lingkungan digital di mana banyak data dikumpulkan tentang mereka.
Sehingga pengaturan privasi dan kebijakan yang mengatur penggunaan data menjadi jauh lebih kompleks.
Meskipun perusahaan teknologi memiliki hak untuk membuat perubahan pada platform mereka, beban yang secara tidak adil dan tidak proporsional ada pada penggunanya untuk membaca, memahami, dan menerima persyaratan baru.
Perusahaan Big Tech mengatakan bahwa mereka telah memenuhi persyaratan hukum untuk mencapai persetujuan yang diinformasikan dengan menunjukkan kepada pengguna syarat dan ketentuan yang diperbarui dan membuat mereka setuju.
Namun pengguna tidak dapat selalu memahami hukum dan teknis yang diajukan WhatsApp, bahkan ketika aplikasi dengan logo warna hijau ini mengajukan dalam bahasa asli pengguna.
Ada juga pertanyaan dari pengguna yang mungkin tidak bisa berbahasa Inggris atau tidak bisa membaca.
Lantas bagaimana persetujuan mereka akan dipahami pengguna?
Adakah cara yang lebih baik untuk mendapatkan persetujuan dari pengguna, sekaligus mendidik publik tentang literasi data dan privasi?
Baca juga: WhatsApp Terapkan Kebijakan Baru, Pengguna di Singapura Mulai Beralih ke Telegram dan Signal
Imperatif Bisnis yang Wajar
Perlu dicatat bahwa perubahan WhatsApp pada kenyataannya secara strategis sejalan dengan model bisnis Facebook.
Facebook menawarkan layanan gratis untuk pengguna tetapi menampilkan iklan di dalamnya.
Dengan biaya tertentu, toko furnitur online bisa menunjukkan katalog terbaru mereka jika pengguna mengikuti atau menyukai halaman tentang desain interior.
Jika pengguna memiliki bisnis dan ingin memperluas bisnisnya ke luar negeri, dia juga dapat membayar untuk menampilkan iklan kepada pengguna yang tinggal di luar negeri.
Sebagai platform, Facebook telah memainkan peran penting dalam membantu bisnis berkembang secara online.