Pasal 15 ayat 6 lebih memperkuat lagi dengan mengatur bahwa kepentingan nasional sebagai salah satu dasar dilakukannya pengaturan trafik tersebut.
Baca juga: Algoritma Fitur Stories Diragukan, Instagram Ngasih Penjelasan Begini
Frasa “kepentingan nasional” ini adalah jalan bagi pemerintah untuk menugaskan penyelenggara telekomunikasi melakukan pengaturan trafik terhadap penyelenggara OTT jika terdapat ancaman terhadap kepentingan nasional.
Imam akui saat ini masih banyak platform video streaming asing yang masih mendistribusikan konten negatif. Konten tersebut mengandung unsur pornografi, LGBT dan kekerasan yang dilarang dalam UU ITE maupun UU Pornografi.
Penyebaran konten negatif sudah jelas bertentangan dengan kepentingan nasional Indonesia.
Diharapkan dengan adanya aturan kewajiban kerja sama ini, Kominfo dapat memaksa OTT bekerja sama dengan operator telekomunikasi, sehingga dapat menekan jumlah konten ilegal tersebut.
Imam menilai, dalam membuat UU yang terkait dengan ruang digital, Pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan sangat baik.
Dengan UU ITE dan UU Pornografi serta alat Mesin Pengais Konten Negatif (AIS) yang dimiliki Kominfo, seharusnya konten negatif yang ada di platform digital dapat dengan mudah diberangus.
"Sebagus apapun politik pembuatan hukum, tanpa ditunjang politik penegakan hukum yang bagus, Imam pastikan konten negatif masih bisa beredar di platform digital," ujarnya.
"Tugas menekan peredaran konten negatif di ruang digital diemban oleh Kominfo selaku regulator," kata dia.
Seharusnya dengan UU ITE dan UU Pornografi, konten negatif bisa ditekan. Namun kenyataannya belum sesuai dengan yang diharapkan.
"Diperlukan ketegasan regulator dalam penegakan hukum tersebut. Kalau regulator piawai, seharusnya konten negatif sudah tak ada lagi. Apalagi jika politik penegakkan hukumnya berlandaskan Pancasila dan kepentingan nasional," ujar Imam.