Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Founding Partner AC Ventures Pandu Sjahrir meminta perusahaan rintisan di bidang teknologi untuk semakin serius dalam mengutamakan tata kelola perusahaan yang baik atau good governance.
Sebab, jika tidak dioptimalkan dengan baik akan berpengaruh terhadap valuasi perusahaan itu sendiri, dan keberlangsungan bisnis ke depan.
“Saya senang melihat fundamental perusahaan-perusahaan teknologi besar sudah back to basic, back to fundamental, lebih bagus dibanding tahun lalu. Jadi, tidak ada lagi bahasa bakar uang karena investor menginginkan untuk menjaga fundamental bisnis, arus kas, dan pengaturan perusahaan yang baik,” ujar Pandu dalam acara "Indonesia Digital Leaders Summit 2022" di Jakarta, Rabu (30/11/2022).
Baca juga: Badai PHK Startup, Lazada Optimistis Tetap Berkembang
Menurutnya, sudah banyak korporasi besar, termasuk perusahaan teknologi yang bangkrut karena tata kelola perusahaan yang tidak baik.
Investor seperti dirinya juga telah berulang kali mengingatkan agar perusahaan teknologi, baik skala besar maupun start up, memiliki laporan keuangan dan audit internal yang baik.
”Valuasi perusahaan bisa turun jika good governance jelek. Perusahaan publik teknologi di global dapat mengalaminya, ada kok yang mengalami penurunan valuasi 50 persen hingga 70 persen,” kata Pandu.
Sementara dari sisi makro, kondisi fundamental perekonomian Indonesia dinilai masih positif dan harapannya tahun depan tidak terkena resesi.
Baca juga: Sandiaga Uno Soroti Fenomena Gelombang PHK Karyawan Startup: Ini Dampak Potensi Resesi
Karena itu, lanjut Pandu, sejumlah perusahaan teknologi di Indonesia sekarang tetap ada yang sanggup meraih pertumbuhan pendapatan 50 persen, meski tidak melakukan aksi bakar uang.
”Dulu, ada perusahaan teknologi meraih pertumbuhan tinggi setelah bakar uang. Sekarang dan ke depan, kami harap tidak begitu,” pungkasnya.
Ekonom Prediksi Gelombang PHK Akan Berlanjut
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, gelombang PHK di perusahaan digital disebabkan oleh tekanan makro-ekonomi yang cukup berat pasca pandemi, mulai dari kenaikan inflasi, tren penyesuaian suku bunga, pelemahan daya beli, risiko geopolitik dan model bisnis yang berubah signifikan.
"Pasca pandemi awalnya diharapkan akan terjadi kenaikan jumlah user dan profitabilitas layanan yang kontinu. Sebaliknya, harapan mulai pupus ketika konsumen terutama di Indonesia dan negara Asia Tenggara berhadapan dengan naiknya inflasi pangan dan energi sekaligus, sehingga mengurangi pembelian barang dan jasa melalui layanan platform digital," ungkap Bhima, beberapa waktu lalu.
Bhima melanjutkan, gelombang PHK diperkirakan terus terjadi diberbagai perusahaan layanan digital lainnya.