TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ancaman keamanan siber terus meningkat dan berevolusi sehingga menjadi perhatian utama bagi para pelaku bisnis seiring pesatnya perkembangan dunia digital di Indonesia.
Presiden Direktur Digiserve Ahmad Hartono mengatakan ancaman siber di Indonesia semakin canggih dan kompleks.
Pihaknya mendorong pelaku usaha di tanah air untuk memahami risiko yang mereka hadapi dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi aset digital mereka.
"Kami melihat adanya peningkatan yang mengkhawatirkan dalam hal jumlah dan tingkat ancaman serangan siber di Indonesia. Berdasarkan riset dan analisis data yang kami dapatkan, Digiserve mengidentifikasi ada 5 ancaman keamanan siber penting yang saat ini perlu diwaspadai para pelaku bisnis di tanah air,” ujarnya, Minggu (4/8/2024).
Mengutip Cyber Threat Landscape Report 2024 ASEAN Region, Hartono mengatakan, ada 5 serangan siber paling sering terjadi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Kelima serangan siber tersebut yaitu, pertama adalah Penjualan Akses Ilegal (Compromised Access Sales), di mana terjadi penjualan akses ilegal ke sistem atau jaringan yang telah diretas.
Kedua adalah Kebocoran Data (Data Breaches), yaitu suatu insiden di mana data sensitif atau rahasia diakses, dicuri, atau dipublikasikan tanpa izin. Ketiga adalah Serangan Ransomware (Ransomware Attacks), yaitu serangan di mana data dienkripsi dan pelaku meminta tebusan untuk membuka enkripsi.
Keempat adalah Aktivitas Peretasan (Hacktivism), yaitu serangan siber yang dimotivasi oleh ideologi atau tujuan politik.
Sedangkan kelima adalah Pencurian Data Biometrik dan Deepfake, yaitu virus Trojan seperti GoldPickaxe yang mencuri data biometrik wajah dan menggunakannya untuk membuat deepfake guna menipu sistem perbankan.
Baca juga: BRI Ungkap Strategi Lindungi Data dan Dana Nasabah dari Serangan Siber
Dari masing-masing serangan siber tersebut memiliki konsekuensi yang berbeda-beda. Jika terjadi serangan Penjualan Akses Ilegal bisa menyebabkan berbagai serangan lanjutan seperti pencurian data, gangguan operasional, atau bahkan serangan ransomware.
Kebocoran data bisa mengakibatkan kerugian finansial, kerusakan reputasi, pencurian identitas, dan kerugian lainnya bagi individu dan organisasi yang terkena dampak.
Sedangkan serangan ransomware bisa melumpuhkan operasional bisnis atau organisasi, menyebabkan kerugian finansial yang signifikan akibat pembayaran tebusan atau pemulihan data.
Baca juga: 300 Bank di India Terkena Serangan Ransomware yang Melumpuhkan Sistem Pembayaran
Sementara itu, aktivitas peretasan bisa menyebabkan gangguan layanan publik, kerusakan situs web, dan potensi kebocoran data sensitif.
Untuk serangan pencurian data biometrik dan deepfake, bisa digunakan untuk melewati otentikasi biometrik, menyebabkan penipuan finansial, dan merusak kepercayaan terhadap sistem keamanan.