News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Imlek 2015

Delapan Menu Khas Imlek dan Filosofi Kuliner Tiongkok - Indonesia

Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga menikmati makan siang tradisi perayaan Tahu Baru Imlek di sebuah acara di Mal Ciputra, Jakarta, Jumat (13/2). Imlek menjadi perayaan kebahagiaan bagi warga Tionghoa, dan salah satu cara merayakannya adalah dengan menyajikan hidangan khas.

TRIBUNNEWS.COM -Masyarakat Tionghoa mulai menyiapkan diri menyambut Tahun Batu Imlek yang dijadwalkan jatuh pada 19 Februari 2015.

Salah satu bentuk perayaan itu adalah dengan menyajikan makanan yang khas, sebagian mengekspresikan perpaduan unik antara budaya Tiongkok dan Indonesia. Ternyata, setiap menu memiliki makna filosofis tersendiri.

Bagaimana makna filosofis masing-masing menu makanan itu? Coba kita simak pembukaan perayaan Imlek di Mal Ciputra, Jakarta, Jumat (13/2) lalu.

Ada delapan jenis hidangan hasil racikan Chef Mak Yat Meng yang ditampilkan, yaitu hidangan pembuka, sup hipio, bebek panggang, pindang bandeng, ca rebung, tripang, nasi ketan atau bacang, dan kue keranjang. Perpaduan makanan ini menunjukkan kombinasi harapan yang mencakup kesehatan, kesejahteraan, keselamatan, kebaikan, kepintaran, dan kesuksesan.

”Tidak hanya jenis makanannya, cara memasaknya juga mengandung harapan. Misalnya, mengaduk makanan sebaiknya diangkat, makin tinggi makin banyak rezekinya,” kata Manajer Leasing Mal Ciputra Sherlly D Djaffarsah.

Bagi Ferry Irianto, General Manager Mal Ciputra Jakarta, Imlek selalu membawa pesan kerukunan dan pembauran, Indonesia dan Tiongkok. ”Kami siapkan wayang potehi di sini yang digelar sampai 1 Maret 2015 dengan Dalang Subur dari Surabaya. Semua itu menunjukkan tradisi dan pembauran dua budaya,” katanya.
Makna filosofis

Pengamat budaya Tionghoa, Aji Chen Bromokusumo menjelaskan makna delapan menu makanan yang tersaji itu. Sup hipio, misalnya, dibuat dari gelembung renang ikan (perut ikan). Ini menyiratkan makna ketahanan dan keuletan dalam menghadapi kesulitan hidup.

Bebek panggang termasuk menu istimewa bagi warga Tionghoa. Ada juga tripang atau sea cucumber atau haisom yang berharga cukup mahal. Menghidangkan makanan mahal saat Imlek menjadi kebanggaan tersendiri.

Dalam Imlek, ada juga tradisi menyajikan pindang bandeng yang banyak durinya. Ini memang makanan khas warga Tionghoa di Indonesia. ”Banyak duri itu simbol banyaknya kesulitan hidup. Kalau berusaha, kita bisa melewatinya,” kata Chef Mak.

Menu lain yang biasa disajikan adalah rebung atau tunas bambu. Makanan ini menyiratkan harapan agar semua kebaikan tumbuh ke atas, makin besar dan tinggi. ”Bu bu gao sheng”, makin lama makin sukses dalam studi, kesehatan, karier, bisnis, dan cinta. ”Supaya tidak bau, rebung dimasak pakai kaldu. Makanan dengan rebung, seperti lumpia Semarang, itu memang terpengaruh Tiongkok. Dulu diperkenalkan oleh imigran di pesisir Jawa,” kata Chef Mak, warga Malaysia yang sudah delapan tahun tinggal di Indonesia.

Mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya, apakah pemaknaan semacam itu tidak berlebihan? Namun, sugesti kadang perlu untuk memompa semangat. Filosofi berbagai menu makanan itu diharapkan menerbitkan mendorong kebaikan. ”Seperti nasi ketan, itu, kan, lengket. Dimakan dengan harapan agar keluarga dan pasangan bisa tetap lengket,” kata Aji. (IVV/TRI)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini