News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wisata Sumut

Kampung Ini Dijuluki 'Garden Flower' karena Mayoritas Penduduknya Penjual Bunga

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana di Desa Bangun Sari, Kecamatan Tanjung Morawa, yang juga disebut Garden Flower.

Laporan wartawan Tribun Medan, Silfa Humairah

TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Saat melintasi Jalan Mardisan, tepatnya di Kelurahan Desa Bangun Sari, Kecamatan Tanjung Morawa, yang juga disebut Garden Flower, wisatawan akan melihat pemandangan aneka bunga di setiap depan rumah penduduk.

Bukan belasan atau puluhan melainkan ratusan bunga berbaris di halaman rumah penduduk yang kebanyakan memiliki halaman luas.


Berbagai jenis bunga terpampang di depan rumah para penduduk di desa ini.  (Tribun Medan/Silfa Humairah)

Jika tertarik untuk berhenti sejenak, wisatawan bisa melihat banyak aneka tanaman dan mengenal cara perawatan dan kegiatan penduduk yang bermata pencaharian pedagang dan pengurus bunga ini.

Seluruh penduduk mayoritas merupakan pedagang bunga, oleh sebab itu desa tersebut dijuluki Garden Flower. Bak surganya bunga, atau istana bunga di negeri dongeng.

Garden Flower menawarkan warna-warni aneka tanaman, baik itu bunga atau buah. Mulai dari yang kecil hingga yang besar, dari bunga biasa hingga bunga langka, dan bunga yang paling murah hingga yang paling mahal.

Tanti Nila Wati, owner Tanti Flowers, menuturkan kebanyakan bunga bahkan ditanam dan dicangkok sendiri.

"Untuk bunga langka, biasanya kami ambil dari Jakarta, Semarang dan Bogor. Ada juga beberapa bunga yang kami beli khusus ke Thailand, Jerman, dan Belanda. Khusus luar negeri, kami beli bibit pertama dan untuk pengembangan seterusnya, kami tanam sendiri," katanya.


Kawasan Mardisan, Kelurahan Desa Bangun Sari, Kecamatan Tanjung Morawa, yang juga disebut Garden Flower. (Tribu Medan/Silfa)

Menurutnya, menjadi pedagang bunga seperti memiliki banyak anak bayi.

Semua bunga harus banyak dipegang, dan dipenuhi semua kebutuhannya. Seperti perawatan, pemupukan, dan pembersihan.

"Seperti halnya memiliki anak, tiap anak beda sifat dan kebutuhan. Begitu pula bunga, ada bunga yang harus rutin disiram baru tumbuh, adapula bunga yang harus jarang disiram baru tumbuh bagus," katanya.

Ia memiliki lebih dari 50 jenis tanaman, dengan harga yang paling murah yaitu bunga Lili Paris Rp 1.500 perpolibek.

Sedangkan tanaman paling mahal adalah Bonsai Lohan yang mencapai Rp 250 juta.


Hampir seluruh penduduk tempat ini merupakan pedagang bunga.  (Tribun Medan/Silfa Humairah)

seluruh keluarganya secara turun menurun sudah menjadi pedagang bunga.

Mulai dari kakek hingga ayahnya, dan kini diwariskan pada dirinya dan dua kakak perempuannya.

"Ayah saya masih aktif mengelola 5 gerai bunga, dia juga memberikan saya dan kakak saya masing-masing dua gerai. Kebetulan area halaman rumah sangat luas, dan kami juga membeli rumah sekitar sini agar memperluas usaha ini," katanya.

Menurutnya, kebanyakan penduduk juga melakukan hal yang sama.

Walaupun pendidikan juga tidak pernah dikesampingkan, tapi pada akhirnya usaha keluarga juga yang menjadi fropesi.

"Saya tamatan rias pengantin, kakak saya bahkan sudah sarjana Ekonomi, tapi kami sama-sama menggeluti bidang yang diturunkan dari ayah. Tapi, dengan ilmu yang kami miliki di bangku sekolah tersebut, membuat kami semakin teliti mengurus bunga, semakin komunikatif menarik pelanggan," katanya.

Di sana wisatawan selain membeli juga kerap menghabiskan waktu untuk sekadar jalan-jalan menghirup udara segar dari kawasan asri tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini