Dia memiliki banyak sekali koleksi guci dari berbagai usia.
Berbagai barang antik yang terdapat di Pasar Sentra Antasari, Banjarmasin. (Banjarmasin Post/Yayu Fathilal)
Di antaranya guci jenis pinasti atau bernilai sejarah, berusia ratusan tahun dan ditengarai diproduksi di masa pemerintahan Dinasti Ming, Seladon, Song dan Cing dari Cina.
"Paling tua guci dari Dinasti Ming dan Seladon, yaitu 750 tahun. Tidak saya pajang di toko saya, adanya di rumah. Jadi, pembeli kalau mau bisa datang ke rumah saya saja," ungkapnya.
Guci-guci yang berusia muda, antara puluhan tahun hingga 120 tahun dipajangnya di tokonya.
Semua tampak kuno, bahkan ada yang sudah berkarat namun kondisinya masih utuh.
Guci-guci itu dijualnya dengan harga yang bervariasi.
"Kalau yang jenis pinasti atau berunsur sejarah seperti dari Cina yang bagus dari Dinasti Seladon senilai Rp 500 juta. Kalau yang kurang bagus ada yang saya jual Rp 5 juta. Itu ada yang bermotif burung hok dan babi warna kuning dari Dinasti Ming, usianya sudah tua sekali tetapi kondisinya kurang bagus jadinya lebih murah," ujarnya.
Guci dari Dinasti Seladon memang lebih mahal karena berjenis periuk, badannya berwarna hijau mulus berbahan batu giok.
Ditambah lagi kondisinya masih bagus.
Bulu buntut burung anggang. (Banjarmasin Post/Yayu)
Glacier atau catnya pun masih bagus dan sangat mulus.
"Kalau yang dari Dinasti Song sekitar Rp 3 juta," jelasnya.
Guci-guci kuno dari Cina ini memang sengaja dijualnya lebih mahal.
Alasannya karena bernilai sejarah, bahannya bagus, bermotif indah dan tampak klasik.
Sementara guci-guci yang berusia lebih muda dijualnya Rp 500.000 jika kondisi masih bagus dan Rp 300.000 jika kondisinya kurang baik.