Pasalnya, prosesi Rambu Solo yang sempurna akan menentukan posisi arwah orang yang meninggal, apakah sebagai bombo (arwah gentayangan), to-membali puang (arwah yang mencapai tingkat dewa), atau deata (arwah yang menjadi dewa pelindung).
Prosesi Rambu Solo juga diadakan sebagai bentuk pengabdian dan penghormatan kepada orang yang telah meninggal.
Status Sosial
Status sosial keluarga yang meninggal dapat terlihat di prosesi Rambu Solo.
Status sosial dapat dilihat dari jumlah hewan yang dikorbankan.
Keluarga bangsawan biasanya menyembelih kerbau sebanyak 24 sampai 100 ekor.
Keluarga yang golongan menengah hanya dapat menyembelih 8 ekor kerbau dan 50 ekor babi.
Semakin banyak jumlah kerbau yang disembelih, status sosialnya semakin tinggi.
Rambu Solo dulu hanya dapat dilaksanakan oleh pihak keluarga bangsawan.
Namun, seiring berkembangnya zaman, keturunan dan kedudukan bukanlah sebagai patokan strata sosial di masyarakat Tana Toraja.
Yang kini menjadi patokan strata sosial seseorang adalah pendidikan dan kemampuan ekonomi.
Oleh sebab itu, kini masyarakat Tana Toraja sudah banyak yang dapat menggelar prosesi Rambu Solo.
Puncak Acara
Rante merupakan puncak prosesi Rambu Solo.