"Akhirnya, dengan keputusan bersama warga sini, menaranya ditaruh di atas atap," ujarnya.
Di salah satu sudut musala, ada atap yang berlubang tempat pengurus masjid masuk ke menara.
Cara masuknya pun tergolong unik, yaitu dengan memanjat di kedua sisi dinding menara, bukan dengan tangga.
Dulu, atap di atas paimaman atau tempat imam salat pun memiliki bentuk yang unik, yaitu seperti setengah persegi empat yang keempat ujungnya tumpul dan berbahan sirap.
Namun sayangnya sekarang atap tempat imam tersebut sudah dihancur warga dengan alasan desainnya sudah ketinggalan zaman.
Sekarang, atapnya diganti dengan kubah kecil berbahan aluminium yang lebih modern.
Seluruh badan musala ini berbahan kayu meranti, bukan ulin seperti lazimnya tempat ibadah umat Islam di Kalimantan Selatan.
Penggunaan meranti lebih dipilih dibandingkan ulin karena ulin sudah mulai langka saat itu.
Musala ini, sering diramaikan oleh kegiatan keagamaan.
Tak hanya ibadah salat, namun juga pengajian di hari tertentu, penyembelihan hewan kurban, buka puasa bersama di bulan puasa hingga memasak bubur Asyura untuk peringatan tahun baru Islam.
Musala ini berada di jalan kecil, bukan jalan utama, walau begitu ketika menyebutkan nama jalannya biasanya warga Banjarmasin sudah tahu dimana letaknya.
Bagi yang belum mengenal daerah ini perlu banyak bertanya-tanya dulu.
Tak ada kendaraan umum lewat daerah ini.
Masuknya lebih mudah dari Jalan Sutoyo S, sebelum tugu PDAM ada jalan di sebelah kiri jalan, namanya Jalan Cempaka.
Masuk saja ke jalan ini, setelah beberapa ratus meter, ada jalan kecil di kanan jalan.
Inilah namanya Jalan Gunung Sari Ujung.
Masuk saja sekitar 600-700 meter, pas mentok sebelum tikungan pertama ada musala ini di sebelah kiri jalan tersebut.