Liputan Wartawan Tribunnews.com, Ali Rahman Mutajalli
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, khususnya daerah Jakarta Selatan hingga perbatasan Tangerang Selatan, bisa jadi Warteg Kharisma Bahari (WKB) sudah tidak asing lagi.
Pasalnya WKB sudah memiliki 92 cabang yang tersebar di Jakarta dan Tangerang Selatan.
Mengusung konsep warteg bersih dan sehat, WKB mudah diterima masyarakat dan semakin menjamur ke perkampungan hingga ke gang-gang di antara pemukiman warga.
Lalu siapa otak dibalik menjamurnya WKB ini? Adalah Sayudi, warga asli Tegal yang mulai terjun di dunia warteg sejak 1997.
Merantau ke Jakarta setelah tamat sekolah dasar dan tidak pernah melanjutkan sekolah formalnya ke jenjang yang lebih tinggi, walaupun orang tuanya saat itu mampu membiayai sekolahnya.
Tiba di Jakarta pada 1988, Sayudi mengadu nasib di Terminal Pulogadung sebagai penjual rokok.
Selama beberapa tahun Sayudi merasakan kerasnya hidup di Terminal Pulogadung, bertemu preman dan pencopet setiap hari, membuat Sayudi bertekad untuk memperbaiki nasibnya, hingga akhirnya dia pindah ke selatan Jakarta.
“Setelah pindah ke selatan, saya mulai merasa tenang, soalnya disini adem-adem aja, nggak kayak di Pulogadung yang banyak copet dan premannya,” ujar pria kelahiran 1973 ini.
Mulai terjun di usaha warteg setelah menikah di usia 21 tahun. Berawal dari pinjaman modal yang diberikan mertuanya, Sayudi mulai membuka warteg di daerah Cilandak.
Tidak sulit bagi Sayudi membuka warteg pertamanya karena dibantu isterinya yang berpengalaman di dunia warteg.
Isterinya pernah bekerja di warteg selama 6 bulan tanpa mengharapkan imbalan apapun dari hasil kerjanya di warteg tersebut. Dia tidak mau menerima upah yang diberikan oleh majikannya.
Isteri Sayudi semata-mata berniat ingin belajar dan mengambil ilmu dari usaha warteg tempatnya bekerja.