Perjalanan yang mengguncang
Perjalanan dari Baraka menuju Lo'ko Bubau hanya dapat ditempuh dengan kendaraan trail. Medan yang berbatu dengan belokan yang menukik menuntut kelihaian pengemudi untuk sanggup melewatinya. (Sekar Rarasati)
“Masih setengah jalan lagi,” ujar Amar memprediksi sisa waktu tempuh kami.
Perlahan kami meninggalkan Parinding dan Banti, dua desa yang masih memiliki infrastruktur yang memadai, jalan yang kami lalui selama 30 menit adalah aspal dan masih terdapat rumah-rumah warga yang memadati desa keduanya.
Tetapi bersiaplah ketika Anda mulai melihat papan penunjuk arah menuju Desa Kadingeh.
‘Batu sebesar mobil’ yang dikisahkan Amar bukanlah hiperbola.
Tak jarang kami harus bergelantungan pada atap mobil agar tak terlempar ke kanan atau ke kiri.
Guncangan demi guncangan kami rasakan setiap kali mobil menukik dengan berani.
Sekadar tips bagi Anda yang tidak terbiasa dengan guncangan-guncangan hebat pastikan tidak mengisi perut terlalu penuh untuk mengurangi rasa mual.
Berbeda dengan posisi duduk kawan-kawan, saya memutuskan untuk berselonjor di bangku belakang dan membelakangi mereka.
Sedikit lebih nyaman duduk di posisi ini, sembari menikmati mobil yang terus bergoyang, saya dapat mengamati jalan yang perlahan kami tinggalkan.
Berbeda dengan dua desa sebelumnya, Kadingeh bukanlah desa yang padat penduduk.
Selama melewati desa ini jarang saya temukan rumah warga yang bertengger, melainkan hewan-hewan ternak yang sedang berteduh dari terik matahari.
Perjalanan ini lekat dengan debu dan tanah kering yang berhamburan oleh gesekan kaki-kaki mesin tua yang kami kendarai, meski demikian menjadi bumbu yang menggugah semangat perjalanan kami sebagai seorang petualang.