Namun beberapa tahun kemudian setelah kakeknya meninggal dunia pada 1942, rumah tersebut tidak terurus lagi karena keturunannya sudah memiliki rumah masing-masing yang lebih modern.
Menurut staf Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Siswanto, rumah ini bertipe panggung yang memiliki atap bubungan yang bentuknya menjulung tinggi dengan kemiringan 600 derajat.
“Rumah ini memiliki konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan, dengan ruangan yang juga terdapat pada sisi kanan dan kiri bangunan. Fondasinya berbahan kayu galam dan kapur naga,” paparnya.
Sayangnya, rumah ini tak bisa dimasuki karena tak berpenghuni dan pintunya dikunci.
Rumah itu memiliki halaman yang tak terlalu luas namun cukup terawat.
Belum lama ini, kru BPost mengunjungi rumah tersebut.
Dituturkan oleh seorang karyawan BPost yang turut serta dalam rombongan, yakni Fahruadi Handiana, akses ke lokasi tersebut cukup jauh dari Kota Kandangan sebagai ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
“Jaraknya sekitar 30 kilometer, jalannya kecil namun mulus beraspal. Saya ke sana pagi dan suasana jalan masih lengang sehingga 30 menit sudah sampai,” jelasnya.
Walau jalannya mulus, tetap ada saja aksesnya yang tak bisa dilalui.
Tak jauh dari rumah itu ada jembatan rusak, sehingga dia harus memutar lewat jalan lain.
Jika tak hendak menggunakan kendaraan pribadi kemari, bisa juga memakai kendaraan umum seperti ojek dan becak motor atau bentor.
“Untuk ojek dari Kandangan tarifnya Rp 60.000 pulang pergi. Begitu juga dengan bentor,” tambah Siswanto.