Kalau anda ingin mencicipi perpaduan keempat rasa spesial itu dalam satu sajian, maka anda cukup merogoh kocek Rp 45.000.
Harga yang terbilang miring untuk rasa yang istimewa.
Khusus bagi pengunjung yang memesan mi spesial kepiting, anda tak perlu pusing memikirkan cara melahapnya.
Kita tak akan dibuat repot karena pelayan sudah menyiapkan sebuah perlengkapan makan untuk merobek cangkang kepiting yang dikenal keras itu.
Kekhasan dari mi Aceh adalah komposisi rempah dan bumbu yang dihaluskan yang menghasilkan citarasa pedas dan asam yang pas di lidah.
Rasanya yang nendang juga diperoleh dari cara memasak baik dengan direbus, ditumis, atau digoreng.
Kita bisa memilih sesuai selera dengan sajian fresh food.
Cukup menunggu 2 hingga 10 menit, maka pesanan pun siap terhidang di atas meja.
Selain itu rahasia kelezatan mi Aceh adalah acar bawang yang menjadi menu pendamping.
Acar bawang terdiri dari irisan bawang merah ditambah mentimun, jeruk nipis, cabai rawit, dan kerupuk melinjo.
Sementara untuk mi yang menjadi bahan baku utama terbuat dari tepung dan diolah langsung oleh empunya warung mie.
Kesemuanya juga dalam kondisi fresh.
Di Aceh, kita dengan mudah menemukan warung mie yang berjejal di setiap sudut kota hingga pelosok desa.
“Dalam sehari kami bisa menghabiskan hingga 100 Kg mie dengan pengunjung mencapai ratusan orang,” papar salah satu koki mie Razali, Rahmat.
Tempat ini buka dari jam 10.00 – 01.00 WIB.
Sore hingga jelang tengah malam menjadi puncak pembeli.
Selain di Peunayong, kita juga bisa merasakan kelezatan mi Razali yang membuka cabangnya di Jalan Soekarno – Hatta, Lampeuneureut, Darul Imarah, Aceh Besar.
Bagaimana, sudah siap ‘goyang lidah’ dengan sensasi rasa mie Aceh?
Ayam tangkap
Dari namanya saja makanan yang satu ini sudah unik.
Ayam sampah atau ayam tangkap, begitu nama populernya.
Disebut ayam sampah karena makanan yang menjadikan ayam goreng sebagai komposisi utama disajikan bersama gunungan daun rempah berupa temuru (sejenis kemangi) dan pandan yang digoreng kering.
Tak heran kalau kemudian pembeli menamainya ayam sampah.
Sedangkan nama ayam tangkap merupakan nama resmi yang disematkan oleh pemilik usaha rumah makan.
Hal ini karena pembeli bebas memilih ayam mana yang hendak disantap, baru kemudian ditangkap dan diolah oleh koki untuk disajikan kepada si pemesan.
Sama seperti namanya, cara menyantapnya juga unik.
Daun temuru dan pandan yang memenuhi hampir semua permukaan piring hanya menyisakan sedikit celah bagi potongan ayam yang mengintip dibalik gunungan daun.
Oleh karena itu jika hendak memakannya, maka anda harus mengubek-ubek terlebih dulu guna menemukan ayam yang dipotong kecil-kecil yang tertimbun dedaunan. Ckckck...
“Ayam tangkap cocok dimakan berdua atau bertiga. Porsinya cukup besar dan enak disantap dengan nasi selagi hangat,” ujar Nunung, warga asal kota setempat yang makan bersama seorang teman.
Rumah makan yang beralamat di Jalan Tgk Imum Luengbata, Banda Aceh tersebut konon merupakan tempat pertama yang memperkenalkan ayam tangkap di ibukota provinsi paling barat Indonesia tersebut.
Kini keberadaan warung makan yang menyajikan makanan serupa kian sulit ditemui.
Setiap harinya Rumah Makan Aceh Rayeuk menghabiskan hingga 150 ekor ayam untuk memenuhi permintaan pembeli.
Selain melayani pembeli yang makan di tempat, Boy sang pemilik juga menerima pesanan dari berbagai daerah di Indonesia.
Tempat yang berdiri sejak 1996 ini buka dari jam 09.00 – 22.00 WIB setiap harinya.
Khusus bagi anda yang membawa pulang atau memesan, makanan tersebut tahan hingga 4 hari. Cukup disimpan dalam microwave atau dipanaskan dengan cara digonseng.
Karena dimasak dalam kondisi kering betul, maka tak perlu khawatir citarasanya berubah.
Boy mengungkap dirinya setia menggunakan jenis ayam kampung yang terbilang muda.
Tempatnya mempekerjakan seorang koki khusus untuk mengolah ayam spesial tersebut.
Untuk menikmati seporsi ayam tangkap, kita harus merogoh kocek Rp 60.000.
Hmmm... meriahnya makan.
Demikian deretan kuliner yang direkomendasikan Tribun Travel untuk anda.