News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cara Makan Bersila di Rumah Makan Minang Ini Membangun Suasana Bersantap di Sawah

Editor: Agung Budi Santoso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menu karadu patai teri.

TRIBUNNEWS.COM - Di tepian timur Padang Panjang, berbatas Kabupaten Tanah Datar, kita bisa duduk bersila sambil menikmati lanskap persawahan.

Meski di sana-sini sudah tumbuh perumahan, mengunyah menu Minang tetaplah terbayang rumah gadang, kelebat gerak silat, dan seni randai yang rancak. Ada sensasi rasa yang berbaur, antara pencecap pada lidah dan lanskap kultur yang romantik.

Kira-kira itulah yang ingin digugah Eka Sapta (43) bersama istrinya, Elvi Zubir (43), ketika memutuskan memilih lokasi di Kampung Batu Tagak Ekor Lubuk, Padang Panjang, Sumatera Barat, untuk mendirikan rumah makan Pondok Baselo Baramas.

Cara makan dengan posisi bersila mengingatkan para petani ketika sedang istirahat di dangau-dangau.

Cara makan mereka hampir senantiasa memperlihatkan kenikmatan rasa syukur yang luar biasa. Pasti bukan saja karena menu makannya yang aduhai lezat, melainkan juga pemandangan sawah yang memberikan sen- tuhan berbeda. ”Itulah cara makan yang nikmat dan bersyukur,” ujar Eka Sapta, akhir November 2015.

Eka dan Elvi lalu menyiapkan menu asli Minang seperti karadu patai, berupa gorengan petai renyah yang diramu dengan teri.

Lalu ada pula sambal lado jariang alias jengkol yang disambal dengan racikan cabe ijo lalu ditaburi minyak kelapa yang ditanak sendiri. Dua menu ini, kata Eka, paling favorit di warungnya. ”Tak jarang langganan dari Padang kemari hanya untuk menikmati sambal lado jariang,” kata Eka.

Jangan salah. Petai dan jengkol, tambah Eka, adalah suguhan tradisional khas Minang. Warung ini bisa menghabiskan 4-5 kilogram jengkol setiap hari. Elvi biasanya membeli jengkol Rp 300.000-Rp 400.000 per karung langsung di pasar. ”Menu jengkol ini selalu dipesan kalau mengantar katering,” ujar Elvi.

Eka punya pengalaman menarik soal jengkol. Pada 1985 ketika mengelola perusahaan keluarga penambangan kapur bernama PT Bukit Baramas, ia termasuk pemakan jengkol yang lahap. Suatu hari perutnya mengeras karena keracunan jengkol.

”Saya berminggu-minggu menderita, seperti tak ada obatnya,” tutur Eka. Saat itu, ia bertekad tak akan makan jengkol lagi. Tetangga kampungnya, seorang nenek tua, memberikan petunjuk, ”Makanlah daun singkong, kata nenek itu. Benar, hanya dalam 30 menit saya sembuh,” kata Eka.

Sejak itu ia paham, mengapa menu jengkol di rumah-rumah dan kemudian warung-warung selalu didampingi daun singkong. Sajian menu tradisional Minang dari singkong di Baramas diolah menjadi anyang (urap), yang dipadukan dengan daun pepaya, taoge, kacang panjang, berbalur parutan kelapa bumbu.

Anyang samar-samar memunculkan rasa pedas dari kelapa bumbu, tetapi umumnya memberikan rasa natural, seperti menyantap rebus-rebusan. Menu sayuran lainnya ada sambal lado uwuk, yang terdiri dari terung ungu, buncis, dan kubis, lalu ditotolkan dalam ulekan cabai hijau.

Jangan takut keracunan kalau kebanyakan makan jengkol di Baramas. ”Daun singkong jadi penawar racun yang dikeluarkan jengkol. Saya sudah membuktikannya,” kata Eka.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini