Penerusnya tidak ingat persis tahun berapa Ma’emun mulai membuka warung sop buntutnya.
Salah seorang cicitnya, Nuni Apriyani (31), mengingat cerita, dulu nenek buyutnya itu sebenarnya berjualan soto dengan cara mangkal di bawah pohon.
Suatu hari, halaman rumahnya digunakan sebagai tempat untuk menyembelih hewan kurban saat Idul Adha.
Ma’emun kemudian diminta memasak sop buntut dari buntut sapi hewan kurban.
Rupanya, masakan Ma’emun yang lezat meninggalkan kesan di lidah banyak orang.
Sejak itu, Ma’emun mulai berjualan sop buntut.
Kini warisan resepnya diteruskan dalam wujud empat warung sop buntut yang menggunakan nama Ma’emun.
Masing-masing dikelola oleh cucu dan cicitnya, yakni Sop Buntut Ma’emun yang dikelola Ibu Nunung dan Sop Buntut Mang Endang (Incu Ma’emun).
Lokasi keduanya hanya terpaut 100 meter di Jalan Sudirman. Ada pula Sop Buntut Ma’emun (Bu Imas) di Jalan Bangbarung Raya Nomor 1 dan Sop Buntut Ma’emun di Jalan Sancang yang dikelola Ibu Pipit.
Nunung, Imas, dan Pipit adalah kakak beradik cucu dari Ma’emun, sedangkan Endang adalah saudara sepupu ketiganya yang juga cucu Ma’emun.
Resep sama
Keempatnya menggunakan resep yang sama.
Hanya isian sayuran saja yang sedikit bervariasi.
Kalau kemudian dirasakan ada perbedaan rasa, itu dipengaruhi tangan pemasaknya.