TRIBUNNEWS.COM, GORONTALO - Bongo adalah keajaiban perubahan sebuah desa terpencil, wilayah miskin terisolir menjadi desa mandiri yang mempesona.
Desa ini diapit sebuah bukit karst besar yang biasa disebut gunung tidur dan hamparan Teluk Tomini yang membiru.
A photo posted by Egri Lamaga (@egri_lamaga) on Dec 25, 2015 at 11:34pm PST
Akses ke Desa Bongo tidak sulit semenjak ada perbaikan jalan beraspal yang meliuk-liuk di antara punggung perbukitan kapur dan liukan pantai.
Bisa ditempuh dalam waktu 20 menit dari pusat Kota Gorontalo dengan berbagai sarana kendaraan, atau yang suka tantangan bisa menggunakan perahu masyarakat sambil memandang tubuh molek Gorontalo dari arah laut Tomini.
Bongo adalah desa yang genit, yang selalu bersolek untuk mempercantik dirinya.
Selain alam yang indah, di sini masyarakat menawarkan keindahan tradisi tua dalam bentuk upacara Walima yang dilaksanakan setiap Maulid Nabi Muhammad SAW.
Seluruh masyarakat mengarak kue kolombengi ke masjid dan dibagi kepada yang hadir.
Ini peristiwa unik yang selalu dinanti ribuan pengunjung setiap tahunnya.
Kesehariannya, Bongo adalah desa kecil yang selalu ditimbang angin laut.
Memiliki udara segar sepanjang tahun tanpa ada hiruk pikuk kehidupan kota.
Pesona perbukitannya berpayung langit biru dengan pohon-pohon kelapa yang menjulang.
“Di sini juga ada wombohe (pondok) khas Bongo dengan kolam renang yang jernih, masyarakat bisa bersenang-senang tanpa dipungut biaya,” kata Hasan Rahim, warga Bongo yang ramah.
Wombohe ini menjadi tempat berteduh wisatawan.