Setiap harinya, mulai dari jam 09.00 malam hingga pagi menjelang Parni maupun Ngatinah berjualan di lapak sederhana yang berada di pinggir jalan.
Pengunjung disediakan tikar yang digelar di atas trotoar sebagai alas duduk menikmati gudeg Mercon.
Tetapi karena selalu ramai di datangi pembeli, sering kali jam 01.00 malam, dagangannya sudah habis.
4. Gudeg Bu Djoyo
Gudeg Bu Djoyo ini telah ada sejak zaman pendudukan Jepang di Indonesia.
Saat ini yang meneruskan usaha ini adalah Mulyani (39) yang merupakan generasi ketiga.
"Berjualan gudeg ini telah dimulai sejak simbah dulu. Simbah yang bernama Mbah Karyo berjualan gudeg sejak zaman pendudukan Jepang di Indonesia," ungkap Yani menceritakan.
Kemudian usaha tersebut diteruskan oleh ibunya yang bernama Bu Djoyo.
Dengan nama Bu Djoyo tersebutlah kemudian gudeg yang satu ini dikenal luas masyarakat Yogyakarta.
Sebelum menetap di lokasinya yang sekarang, gudeg ini dijajakan di beberapa tempat, seperti di pasar Sentul, Gedongkuning, hingga depan Puskesmas Umbulharjo.
Gudeg yang dijual di warung Bu Djoyo ini adalah jenis gudeg basah dengan citarasa dominan gurih dan tidak terlalu legit.
Pembeli bisa memilih aneka lauk, seperti telur, tahu, daging ayam, dan ati ampela.
Beragam lauk tersebut membuat citarasa gudeg semakin nendang.
"Untuk ayam nya kami menggunakan ayam kampung, agar rasanya lebih gurih," tambah Yani.
Untuk masalah harga, pengunjung tidak perlu khawatir, karena nasi gudeg dengan lauk telur, dapat anda santap hanya dengan Rp.9 ribu. Sedang nasi gudeg suir ayam hanya Rp.10 ribu.
5. Gudeg Manggar
Sebagian besar masyarakat mengetahui bahwa gudeg terbuat dari nangka muda.
Tetapi tidak hanya nangka muda atau gori yang bisa diolah menjadi gudeg.
Jika anda ingin mencicipi gudeg yang berbahan baku selain gori, bisa datang ke warung Gudeg Bu Seneng yang berada di Dusun Mangiran, Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, atau tepatnya di depan Pasar Mangiran.
Di warung ini pengunjung bisa mendapatkan gudeg yang cukup langka, yakni gudeg manggar.
Sesuai dengan namannya, gudeg ini terbuat dari manggar atau bunga kelapa yang masih muda.
Meskipun terdengar tidak lazim, tetapi manggar telah dikenal sebagai bahan baku pembuatan gudeg sejak lama bahkan tercatat dalam Serat Centhini jilid IV.
Diungkapkan Bu Seneng, dirinya mulai berjualan gudeg manggar sejak tahun 80-an.
“Awalnya yang berjualan nasi adalah ibu saya. Tetapi dulu orang tua belum berjualan gudeg manggar, hanya nasi sayur. Kemudian pada tahun 80-an saya mulai mencoba membuat gudeg manggar,” ujar Bu Seneng.
Diungkapkan ibu tiga orang anak tersebut, untuk membuat gudeg manggar proses dan bumbunya hampir sama dengan gudeg gori.
Selain itu, gudeg racikan Bu Seneng ini gurih tidak terlalu manis.
Tambahan sambal terasi, membuat rasanya semakin kaya dan nendang. Meskipun bahan baku manggar cukup sulit didapat, tetapi harga yang dipatok Bu Seneng cukup terjangkau.
Satu porsi nasi gudeg dengan lauk telor, dapat dinikmati hanya dengan Rp.10 ribu.
Sedang untuk nasi gudeg ayam harganya antara Rp.15 ribu hingga Rp.20 ribu. Karena memiliki rasa yang khas dan istimewa, pesanan juga banyak diterima Bu Seneng.(*)