Aku sadar sudah mencapai angka empat jutaan. Aku harus berhemat.
Perjalananku masih begitu panjang.
"Dua ratus lima puluh" Bapak Yakobus menurunkan harga.
"Begini Bapak, saya kesini datang sendiri. Bapak kasih harga mahal sekali untuk anak sekolah. Saya tidak ada uang".
Aku berdusta. Kebohongan andalanku-aku adalah anak sekolah.
Postur tubuh mungil berpadu dengan wajah semi oriental benar-benar sering membantuku berperan sebagai seorang pelajar.
Disisi lain, penyakit ngotot yang kuidap sejak lama juga semakin menjadi-jadi semenjak mendarat di Lembah Baliem.
Bapak Yakobus diam sejenak kemudian kembali membujukku dengan menurunkan harga menjadi dua ratus ribu.
Menurutnya itu tarif paling standar yang juga menjadi suaka untuk perawatan Mumi.
Setelah kupikir matang-matang, harga tersebut sepadan untuk mendapatkan berbagai informasi yang detil dan akurat.
Aku lebih suka bertemu narasumber langsung daripada harus berselancar dalam keraguan pada mesin pencari google.
Tanpa rasa masygul, aku mengiyakan dengan catatan bahwa Bapak Yakobus bersedia aku wawancara tentang sejarah Mumi yang dijaganya ini. (BERSAMBUNG)
#keluyurandinusantara #papua.
~~~~~
Menarik bukan?
Seorang diri backpacker dengan dana minim Dev berhasil mendapatkan sejuta pengalaman.
Ini baru sepenggal kisahnya masih ada kisah lain tentang Mumi Jiwika. Simak di tulisan selanjutnya. (*)