"Ia mengatakan, ada, tetapi dengan tarif yang relatif mahal," kata Jirote.
Akhirnya, ia berjalan keluar terminal dan mencoba kembali memesan transportasi online, meskipun tak satu pun yang mau menjemputnya.
Kemudian, Jirote dan tiga rekannya kembali berjalan.
Tak lama, ada pengendara motor yang menanyakan tujuannya.
Pengendara motor yang mengaku sebagai sopir bus tersebut selanjutnya memberitahu Jirote bahwa ada bus ke Cemoro Lawang.
"Pengendara motor itu mengatakan untuk menunggu bus karena bus sedang menunggu penuh penumpang dan nanti akan datang menjemput," ujar dia.
Satu jam berselang, si pengendara motor itu kembali dan memberitahunya bahwa mobilnya tidak bisa menjemput karena penumpang ke tujuan yang sama tidak penuh.
Selanjutnya, Jirote disarankan untuk menyewa satu kendaraan dengan tarif Rp 600.000 dan kemudian diturunkan Rp 550.000.
Menurut Jirote, tarif ini sangat mahal karena jika menggunakan transportasi online tarif maksimal hanya Rp 300.000.
Ia pun tak mengambil tawaran itu dan kembali melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Di tengah perjalanan, ia kembali dihalangi dan akhirnya menyatakan bahwa ia akan menginap di Probolinggi.
"Jika saya melanjutkan jalan, saya khawatir mereka akan menyerang," ujar dia.
Setelah berjalan jauh, ia menemukan angkutan yang akhirnya bisa membawanya menuju titik penjemputan transportasi online hingga akhirnya tiba di Cemoro Lawang.
Pengalaman yang sama saat kembali Sehari setelahnya, 18 Juni 2019, saat akan kembali ke Probolinggo dari Cemoro Lawang.