Bukan hanya remaja mahasiswa-mahasiswi, ternyata market datang dari warga setempat yang umurnya berkisar 15-25 tahun.
Penjualannya pun cukup banyak. Najib mengaku penjualan Teguk cukup besar, yaitu sekitar 300 sampai 500 cup setiap gerainya per hari.
Boba atau bubble yang merupakan topping dalam berbagai macam minuman, mulai dari milk tea, thai tea, minuman rasa coklat, dan sebagainya tengah menjadi incaran anak muda.
Sayang, kala itu minuman sejenis ini tergolong mahal dengan kisaran harga Rp 20.000 ke atas.
Selain harga yang terbilang murah dan rasa yang bisa bersaing dengan produk sejenis, Najib mengaku punya cara sendiri memastikan Teguk bisa berkembang dan bertahan hingga saat ini yakni gerai yang unik.
"Menyambut hari Sumpah Pemuda dan Hut Teguk yang ke-2 tahun pemuda penuh inovasi ini ingin memberikan tips terkait usahanya yang terus dijalani dengan penuh semangat untuk sumber daya manusia dengan kemandirian yang di raihnya". tutur Najib.
Meski mengusung semangat kaki lima lewat harga yang terjangkau, namun untuk urusan tempat atau kedai penjualan, Teguk memiliki perbedaan tersendiri dari brand kaki lima lainnya. Teguk dijajakan melalui gerai yang mirip dengan gerai pinggir jalan, namun dengan desain seperti suasana di Mal.
Teguk juga memiliki dua jenis gerai, pertama gerai yang sudah jadi dengan ukurannya minimal 4x8 meter.
Dan yang kedua ada jenis kontainer 3x4 meter. Lokasi yang diincar pun dipinggir jalan dan padat penduduk agar mudah dicari dan tentu lebih dekat dengan target customer-nya.
Untuk menjangkau pasar yang lebih luas, ia juga menggandeng perusahaan aplikasi agar Teguk bisa tersedia di aplikasi-aplikasi order online sehingga makin memudahkan pelanggannya tanpa keluar rumah.
Pada tahun 2021 Najib Wahab menargetkan membangun lebih dari 500 outlet yang tersebar di seluruh Indonesia.
Bagaimana dengan pasar internasional?
"Berbicara ekpansi ke luar negeri, Teguk pun sudah memiliki tujuan untuk ke sana namun Teguk akan fokus terlebih dahulu di dalam negeri," kata dia.