Sejak saat itu angklung mulai dikenal dan menemukan momentumnya saat ditampilkan dalam Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955.
Angklung terdiri dari 2 hingga 4 tabung bambu yang dirangkai menjadi satu dengan tali rotan.
Tabung bambu dikuir detail dan dipotong sedemikian rupa oleh pengrajin angklung untuk menghasilkan nada tertentu ketika bingkai bambu digoyang.
Setiap angklung menghasilkan nada atau akord yang berbeda sehingga beberapa pemain harus bekerja sama untuk menghasilkan melodi yang indah.
Angklung kini lebih sering ditampilkan dalam bentuk orchestra dan semakin banyak dibina di banyak sekolah dimana salah satunya berkat Saung Angklung Udjo (SAU).
SAU adalah sebuah tempat dimana seni angklung berkembang dengan dinamis dan memukau dunia.
Selain memainkan musik instrumen tradisional tetapi juga memainkan lagu-lagu modern yang popular.
Di sini Anda dapat menonton pertunjukan kesenian tradisional Sunda sekaligus belajar lebih banyak tentang angklung.
Saung Angklung Udjo (SAU) merupakan sanggar tempat pertunjukkan seni tradisional, laboratorium pendidikan sekaligus sebagai atraksi budaya khas Jawa Barat.
Tempat ini mengandalkan semangat gotong royong antarwarga-nya.
SAU adalah contoh bagaimana sebuah sanggar seni berhasil bertransformasi membina kekayaan budaya lokal sehingga bukan hanya bertahan dari desakan arus globalisasi tetapi juga menjadi sebuah daya tarik wisata yang memikat.
Di SAU pengunjung dapat merasakan kesegaran alam, kicauan burung dan kegembiraan anak-anak dalam pementasan angklung.
Anda harus merasakan suara Angklung digoyang dengan tangan Anda sendiri karena alat musik ini menebar bunyi indah yang khas sekaligus menebarkan kebahagiaan.
Saat Anda gerakan maka angklung menebar berjuta harmoni yang menyatu dalam suasana riang.