Berjalannya waktu kemudian dibangun menjadi desa wisata Kembang Arum.
Wahana yang ditawarkan adalah belajar melukis hingga outbound.
Kemudian, ada juga suguhan makanan tradisional desa.
Namun, seiring geliat pariwisata, gempa tektonik dahsyat tiba-tiba mengguncang Yogyakarta pada tahun 2006.
Kontan saja, destinasi wisata langsung redup.
Hery, yang biasa mengajari anak-anak melukis, turun ke lapangan menjadi relawan.
Kondisi ini berlangsung satu tahun, hingga tahun 2007. Setelah lama vakum, atas dorongan sejumlah pihak, desa wisata akhirnya mulai dibangkitkan kembali.
Hiburan dirancang, agar orang-orang tidak berpikiran terus-menerus tentang gempa.
"Tahun 2007, disini diadakan lomba melukis keluarga. Pesertanya bukan hanya anak-anak saja. Tapi, Bapak dan ibunya sekalian boleh ikutan melukis. Saat itu, pesertanya sampai 3.000 orang. Ini menjadi lomba melukis terbesar," kata seniman lukis yang belajar secara autodidak itu.
Saat ini, desa wisata Kembang Arum dikenal sebagai desa wisata edukasi.
Tempat bagi anak-anak belajar melukis, teater, musik, olah vocal hingga pencak silat.
Menurut Hery, desa wisata yang menempati lahan seluas 22 hektar itu menawarkan proses (edukasi) dan outbound.
Ada juga seni dan budaya.
Kesenian ini meliputi wayang gaul, wayang kulit, kethoprak hingga musik keroncong.