Dilengkapi juga dengan edukasi kuliner yang bisa dimasak dengan cara tradisional, seperti membuat sayur lodeh, peyek teri, nasi goreng, bakwan hingga nasi goreng.
Pengunjung diajari mulai dari bagaimana menyalakan api dengan kayu bakar, memadamkan api, hingga selesai makan dan mencuci piring di dapur tradisional.
Menariknya, di Desa Wisata yang berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat kota Yogyakarta itu sangat kental dengan nuansa Jawa.
Bahkan, bangunan di sana mayoritas didesain dengan mengadopsi rumah tradisional Jawa.
Ada rumah panggung, rumah rakyat, rumah lurah, dan rumah camat.
Terdapat juga ruang pertemuan, resto dengan nuansa Jawa, kolam renang hingga tempat pertunjukan.
Paket yang ditawarkan sudah cukup lengkap.
"Wisatawan butuh apa, kami punya. Desa wisata juga mengutamakan tenaga kerja warga setempat, pemberdayaan masyarakat, dengan tujuan meningkatkan sumber daya manusia, dan peningkatan ekonomi melalui usaha ekonomi kreatif," kata lelaki berusia 66 tahun itu.
Nuansa Jawa sangat kental.
Tak heran banyak pengunjung yang tertarik menjadikan desa wisata Kembang Arum sebagai lokasi pengambilan gambar untuk kebutuhan film maupun video klip lagu.
Sederet prestasi juga sudah diraih.
Di antaranya, juara satu desa wisata tingkat Kabupaten, tiga kali berturut-turut, dari tahun 2007 - 2009.
Menang juara satu juga dalam lomba desa wisata tingkat Provinsi DIY tahun 2010 dan banyak prestasi lainnya.
"Total sudah menang juara satu, 15 kali," kata Hery. Kemasyhuran dan prestasi desa wisata Kembang Arum membuat banyak kalangan tertarik sebagai tempat penelitian dan belajar. Bahkan, Hery Kustriyatmo sering diminta untuk ikut terlibat dalam upaya mengembangkan desa wisata yang ada di Indonesia. Misalnya, di Halmahera Maluku Utara, Badung Bali, Sungailiat Bangka, dan Gunungpati Semarang.