Rasa penasaran akan suasana akan kondisi bawah tanah basilika, kami bertiga dari Jakarta yang memang menginap sekamar, sepakat bangun lebih pagi. Pukul enam lebih, kami sudah keluar kamar, dan berjalan menyusuri terowongan kereta api bawah tanah menuju halaman gereja.
Seperti tidak bosan-bosannya membidikkan kamera, berpose di halaman basilika, dekat tugu Obelisk, kami terus jeprat-jepret, memotretkan kamera masing-masing. Selama sepekan di sana, setiap kali melintas halaman (piazza) Bernini, taman berlantai batu/keramik khas Pizza, kegiatan serupa terus kami lakukan, juga pengunjung lainnya. Sepagi itu, belum banyak orang yang berlalu-lalang. Kali ini objek pemotretan antara lain tingkah burung elang, gagak dan merpati yang mencari makan remah-remah peziarah.
Kurang lebih 30 menit kami memotret sekeliling halaman Santo Petrus. Kubah gereja karya Michelangelo yang menjulang 136,57 meter ke angkasa dengan diameter 43,56 meter, 140 patung orang kudus dan martir yang berdiri di atas bangunan gereja dan sekelilingnya, istana paus, dan jendera kamar tempatnya member berkat setiap Natal, tugu Obelisk yang konon dibawa Kaisar Caligula dari Mesir, 284 batu pilar penyokong berdiamater lebih 1 meter dan setinggi 15 meter di sisi luar piazza atau halaman.
Masing-masing baris tiang atau pilar terdiri atas tiga batang. Di tengah, ada dua marmer bertanda seperti binang, satu di selatan obelisk dan satu lagi di utara. Saat berdiri tegak pada titik yang terdapat tulisan `centro' itu, tiap-tiap barisan hanya terlihat masing-masing satu tiang. Mengapit Obelisk berdiri pula dua air mancur bertingkat tiga.
Ketika seratusan orang mengantre di depan pos pemeriksaan yang menggunakan pemindai logam (metals detector), Romo Markus muncul dari pintu selatan Basilika. Laki-laki tinggi besar ini mengenakan jas, kemeja, celana, dan sepatu serba warna hitam. Dia melambaikan tangan, isyarat memanggil kami. Setengah berlari, kami bertiga segera mendekat. "Yuk, kita masuk dari sini saja," kata Romo Markus sembari mengajak kami merapat.
Markus Solo Kewuta sejak muda dikenal cerdas. Lulus dari Seminari San Dominggo, Hokeng, Flores Timur, kemudian melanjut ke Seminari Tinggi Ledalero. Tahun 1992, ketika belum ditahbiskan menjadi pastor, dia ditugasi di paroki di ke Salzburg, Wina, Austria. Kemudian di sana ia melanjutkan pendidikan ke Universitas Innsbruck, Austria. Ia mendalami bahasa Arab, bahasa yang sangat penting dalam studi islamologi, di Kairo, Mesir.
Selain bahasa Arab, saat ini Pater Markus Solo Kewuta fasih berbahasa Jerman, Italia, Spanyol, dan Inggris.
Dia membawa kami melewati pintu, yang biasa tempat keluar para umat peziarah, ataupun wisatawan yang berkunjung. Dia menunjukkan kartu anggota /pejabat kepausan dilengkapi nama dan foto. Kartu ini dikeluarkan pihak Sekretariat Negara Takhta Suci Vatikan. Kartu itu cukup ampuh, dan kami melintasi dua pos penjagaan, termasuk mendapat hormat pasukan Swiss.
Setiap pos-pos penting Vatikan, negara seluas 44 hektare - negara terkecil di dunia dan jumlah penduruk tidak sampai 1.000 orang, dikawal pasukan presiden pinjaman dari "Penjaga Swiss' atau Swiss Guard. Mereka adalah anggota tentara yang tidak mengenakan seragam/uniform militer. Mereka mengenakan pakaian khas, warna kuning padi merah bergaris-garis vertikal.
Personel pasukan pengawal paus ini rata-rata berbadan tinggi, berkulit putih mulus, sorot mata tajam. Mereka terlihat gagah dan berwibawa, walaupun tanpa pistol di pinggang melainkan pedang yang agak tersembunyi karena tertutupi rumbai atau aksesori uniformnya. "Paspampres Paus ganteng-ganteng ya," kata seorang kawan ketika melewati pos penjagaan.
Pasukan Penjaga Swiss mulai dipakai mengawal kepausan sejak abad ke-15. Kala itu Paus Sixtus IV (1471-1484) menjalin kerja sama dengan Konfederasi Swiss dan membangun barak 'militer' di Jalan Pellegrimo, Vatikan. Walau di banyak negara, Pasukan penjaga Swiss sudah bubar sejak lama, namun sampai kini Vatikan tetap menggunakan mereka. "Orang Swiss itu terkenal disiplin dalam tugas, dan setia kepada majikan," kata Romo Markus mengenai alasan penggunaan prajurit Swiss pengawal Paus.
Paus ditinjau dari jabatan memang unik. Dia setidaknya memegang empat jabatan sekaligus, yakni sebagai Presiden Negara Takhta Suci Vatikan. Selaku pemegang takhta kepausan yang pemimpin gereja Katolik Roma sedunia dengan umat lebih dari 1 miliar dia menempati gereja Basilika atau Katedral Santo Petrus. Di utara samping gereja ini, ada istana negara, dan paus menempati kamar paling atas.
Kemudian selaku Uskup Agung Roma dengan umat lebih dari 2 juta, `istananya' ada di gereja Katedral atau Basilika Santo Yohanes Lateran, juga di Kota Roma. Lalu sebagai walikota untuk Vatikan dengan penduduk kurang dari 1.000 jiwa, dia pun berkedudukan di . Selaku presiden, sehari-hari dia dikawal pasukan.
Urusan pengaman paus dan istana Vatikan, Penjaga Swiss dibantu polisi Vatikan, sedangkan lingkaran luar, setiap akses-pintu menuju Vatikan berjaga polisi Roma, Italia. Menindak, andai ada kejahatan atau tindak pidana, polisi Roma diberi hak masuk ke kawasan Vatikan, tentu berkoordinasi dengan Polisi Vatikan.
Gereja Basilika Santo Petrus sangat menarik bagi wisatawan dari berbagai penjuru dunia. "Rata-rata, 300 ribu pengunjung ke sini setiap hari," ujar Romo Markus. Sebagian peziarah dari kalangan Katolik-Kristen, yang ingin mendalami spiritual kekristenan. Sebagiain lainnya benar-benar wisatawan, yang ingin menimati wisata bangunan tua di Eropa, sebagian lagi ilmuan.
Kepala Bagian Penerangan, Sosial dan Budaya Kedutaan Besar RI di Takhta Suci Vatikan Bonifacius Riwi Wijayanto mengatakan, warga Indonesia saban tahun banyak berkunjung ke Vatikan. "Datanya memang kami tidka punya. Tetapi umumnya, mereka berkunjung untuk berziarah. Pada saat Bulan Maria (mengenam Bunda Maria), Mei dan Oktober, atau pada Paskah, dan Natal. Saat Libur Lebaran pun banyak, mereka memanfaatkan libur Lebaran ziarah ke sini," kata Bonifacius.
Pagi itu, Romo Markus membawa kami menerabas pos-pos penjagaan dengan kartu akses atau kartu pejabat Vatikan. Selasa pagi itu, masuk ke gereja Santo Petrus, merupakan kali kedua dari lima kali dalam sepekan bagi kami rombongan kecil. Romo mengajak kami berjalan agak cepat, di dalam bagunan yang dibangun abad ke-15 yang masih terlihat kokoh.