News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Sepekan di Vatikan

Paspampres Paus Ganteng-ganteng, Dipilih dari Swiss

Penulis: Domu D. Ambarita
Editor: Ade Mayasanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasukan pengawal paus, Swiss Guard

Laporan Wartawan Tribunnews.com Domu D Ambarita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - IBARAT Ka'bah, pusat ritual agama Islam sedunia di Mekah, Arab Saudi, demikianlah umat Katolik memperlakukan Basilika Santo Petrus di Vatikan. Negera terkecil di dunia itu dikelilingi tembok pembatas dengan Kota Roma, Italia.

Gereja yang dibangun sejak 1506 dan baru rampung 120 tahun kemudian merupakan salah satu tempat suci, merupakan pemakaman Simon Petrus, rasul pertama dari 12 murid Nabi Isa atau Yesus Kristus. Pekan lalu, wartawan Tribun Network, Domu D Ambarita ikut serta rombongan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI) bertemu pejabat tinggi kepausan. Berikut laporannya.

KELOPAK mata ini masih berat untuk terbelalak. Saya coba intip jam pada BlackBerry butut, seri 8820 dan menunjukkan pukul 10.57 AM. Saya terdiam sejenak, berhitung matematika seperti murid SD, sambil menekuk satu per satu buku jari tangan kiri.  "Berarti sekarang sudah jam enam,"  kataku bergumam.

Saat menjelang siang waktu Jakarta. Jam BB-ku memang sengaja tetap sesuai waktu Indonesia, bukan waktu Vatikan-Roma, yang lima jam lebih lambat dari WIB. Waktu memang sudah jam 6 pagi, tapi suasana masih gelap, seperti jam 5 pagi di Jakarta.  Gelap, belum ada berkas sinar matahari.

BACA JUGA: Kardinal Tauran Bangga pada Pancasila

Suasana memang beda bertepatan dengan musim panas di Eropa, di mana siang menjadi lebih panjang. Sebaliknya, jam 7 waktu setempat masih tampak seperti sore, dan waktu magrib tiba pukul 21.00 waktu setempat.

"Kuiiis. Kuiiis. kuiissss..." Suara serupa seperti bersahut-sahutan, cukup nyaring. Ternyata ocehan burung elang yang terbang  rendah pagi itu, membangunkanku. Dua ekor burung pemangsa hewan terbang berputar-putar dengan mata tajam melotot, menatap mangsa, kemudian bertengger di atap satu bangunan lebih rendah dari Hotel Star Michelangelo, Roma, berlantai 8.

Kedua bangunan dipisahkan ruas jalan Stazione, dan terletak sekitar 150 meter pagar terluar kompleks jantung Katolik Roma, Gereja Basilika Santo Petrus, Vatikan. Hotel tempat kami menginap selama sepekan, berada di sebelah barat, dan burung-burung itu bercengkerama membelakangi arah fajar terbit.  

BACA TOPIK TULISAN SEPEKAN DI VATIKAN

Pagi itu, pukul 07.00 waktu Vatikan, kami sudah membuat janji. Pastor Markus Solo Kewuta SVD, asal Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, satu-satunya orang Indonesia yang menjadi pejabat tinggi di Takhta Suci Vatikan. Romo Kelahiran Lewouran, 4 Agustus 1968 itu menjadi penasihat Paus sejak Juli 2007. Ia menjabat Sekretaris Eksekutif Desk Urusan Kristen-Islam Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat Beragama di Asia, Amerika Latin, dan Afrika Sub-Sahara itu bersedia memimpin ibadah misa pagi, dalam bahasa Indonesia.

Romo Markus inilah yang berjasa, menjadi pembuka pintu memenuhi permintaan tolong Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) dari Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat Beragama, Kardinal Tauran, Sabtu 10 September lalu.

Sore hari sebelumnya, Romo Markus mengabari sekaligus mengundang kami, tiga orang asal  Indonesia yang turut rombongan HMI ke Vatikan, mengikuti kebaktian di `bawah tanah'. Kami bertiga adalah mantan wartawan yang belakangan terjun sebagai pegiat gerakan pluralisme di Jakarta Putut Prabantoro, Antonius Tomy Trinugroho (wartawan), dan saya.  Romo bersedia mempersembahkan misa di dekat makam Santo Petrus, salah satu 12 rasul Yesus, dan merupakan paus pertama yang diperkirakan menjabat antara tahun 30 sampai dengan 64 atau 67.

Kerajaan Romawi di bawah pemerintahan Kaisar Nero, menghukum Petrus, pemilik nama lengkap Simon Petrus karena mengabarkan injil di Eropa. Bahkan dia mati dengan cara kejam, disalibkan terbalik, kepala di bawah dan kaki di atas di sebuah halaman di Mons Vaticanos (Gunung Vatikan), berjarak ratusan meter dari arena sirkus Nero, tak jauh dari Sungai Tiber. Tempat itulah yang belakangan disebut Gereja Santo Petrus.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini