Oleh : Yophiandi, Pengajar Komunikasi di Institut Media Digital Emtek
BULAN November 2022, bisa jadi tak terpikirkan bagi kami, wartawan Katolik, bisa bertemu dengan tiga petinggi Vatikan sekaligus dalam dua hari. Paus Fransiskus, tentu saja.
Tapi juga ada dua petinggi lain. Sekretaris Negara Kardinal Pietro Parolin, serta Kardinal Miguel Angel Ayuso Guixot.
Yang terakhir disebut ini, adalah pemimpin divisi pemikir alias think tank bagi perdamaian dunia dalam misi Vatikan.
Kardinal Ayuso, memimpin Dikasterium (seperti kementerian di platform negara sekuler) untuk Dialog Antaragama. Sebelumnya, nama Dikasterium ini adalah Dewan Kepausan.
Ayuso memimpin “kementerian” ini sejak 2019, tiga tahun sejak ditahbiskan Paus Fransiskus, dari uskup menjadi kardinal.
Baca juga: Kabar Duka dari Vatikan, Kardinal Miguel Ángel Ayuso Guixot Meninggal Dunia
Di Dikasterium inilah pesan-pesan perdamaian Paus Fransiskus digodok. Termasuk arah hubungan dengan dunia Islam.
Bagusnya, Ayuso yang fasih berbahasa Arab juga paham agama Islam dengan baik. Sehingga unsur konteks dalam misi perdamaian, terasa dalam, tak cuma teks alias omong-omong belaka.
Buah dari godokan Dikasterium itu, adalah Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup (Beragama) Bersama alias Human Fraternity for World Peace and Living Together, yang ditandatangani di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Dokumen yang sering disebut Dokumen Abu Dhabi ini, berisi seruan perdamaian kepada para bangsa dan masyarakat yang bertikai atas nama agama.
Dokumen ini begitu lengkap, sebagai perangkat panduan bagi setiap bangsa demi menghentikan intoleransi antar umat beragama berbeda.
Dokumen ini berisi kritik kondisi dunia saat ini, di mana moral mengalami degradasi. Tak terbatas pada Islam dan Kristiani, namun juga agama dan kepercayaan lain.
Inilah yang jadi istimewa, karena baru kali ini, setelah puluhan hingga ratusan tahun, ada dokumen sebagai pengingat keseriusan umat berbeda agama untuk saling memahami.
Alhasil dokumen yang ditandatangani Paus Fransiskus dan Imam Agung Al Azhar Ahmad el Tayeb pada 2019 dianggap menjadi tonggak sejarah dalam dialog antar umat beragama.