News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

ISKA Ajak Semua Komponen Atasi Krisis Budi Pekerti

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL GEDUNG STOVIA - Dulu namanya Gedung STOVIA kini di kenal dengan nama Museum Kebangkitan Nasional merupakan Museum Sejarah. Dengan berbagai koleksinya yang berkaitan dengan Sejarah Masa ? masa Kebangkitan Nasional 1908. Letaknya di Jalan Abdurahman Saleh No : 26 Jakarta Pusat. Berbagai koleksi benda bersejarah berupa Foto masa lalu Gedung, aktifitas para Pelajar STOVIA, Replika, Lukisan Perjuangan, Diorama Perjuangan Para Tokoh Pemuda Pergerakan, Patung, Senjata dsb. Yang berkaitan erat dengan era masa Perjuangan Bangsa. Museum ini buka setiap harinya mulai Hari Selasa ? Kamis pukul 08.30 ? 15.00 Wib. Jumat 08.30 ? 11.30 Wib. Sabtu ? Minggu pukul 08.30 ? 14.00 Wib. Dengan Harga Tiket yang relatif terjangkau bagi khalayak Umum, Pelajar dan Mahasiswa. Museum ini dapat di jadikan sebagai sarana Wisata Sejarah sekaligus Pengembangan Wawasan Kebangsaan serta Penumbuh Semangat Cinta Tanah Air. (DOK, TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO)

PENULIS: Ketua Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Sanctus Albertus Magnus dan Mulyawan Margadana

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada 20 Mei 2013 Indonesia akan memasuki 105 tahun momentum historis Kebangkitan Nasional. Atas hal tersebut semua pantas bersyukur atas perjuangan bangsa Indonesia hingga mampu bangkit bersatu membangun entitas kebangsaan Indonesia.

Menelusuri kembali relung sejarah kebangsaan itu, kita melihat bahwa para intelektual merupakan penggerak di balik Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908.

Dengan karakter pengabdian dikemas sebagai front perjuangan kebangsaan sebagai cikal bakal antitesa perjuangan kedaerahan. Resultan dari perjuangan tersebut membuahkan Sumpah Pemuda yang mengikrarkan diri dalam bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu dan berbahasa yang satu -Indonesia. Kita senantiasa bersyukur bahwa pada momentum 105 tahun Kebangkitan Nasional saat ini, kita menikmati berbagai kemajuan sebagai bangsa yang merdeka, bersatu dan berdaulat.
 
Pada situasi terkini, kita melihat bahwa Kebangkitan Nasional 2013, berkarakter nasional demokratis menjadi penggerak. Mereka adalah kelas menengah Indonesia yang terdidik dengan latar belakang yang beragam baik secara sosial, budaya, ekonomi dan politik.

Namun sejumlah persoalan mendasar secara simultan turut menyandera berbagai perubahan yang ingin digapai sebagaimana yang tertuang dalam konstitusi.
 
Setidaknya fakta yang kian hari menyandera cita-cita nasional. Pertama, konflik pada berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara, baik konfik pada tingkat penyelenggara negara dan konflik horizontal (antarkelompok masyarakat).

Konflik antarkepolisian-KPK, kepolisian-kejaksaan, DPR-pemerintah, DPR-MK, dll.

Konflik dengan latar belakang agama antara lain tampak dari penutupan rumah ibadah (gereja/mesjid) dan kriminalisasi komunitas Ahmadyah. Konflik antarkelompok masyarakat dengan latar belakang suku, sebagaimana muncul di Lampung. Konflik dengan latar belakang perebutan akses sumber daya lahan (agraria) antara korporasi-kelompok masyarakat juga mengalami peningkatan frekwensi yang tinggi.

Konflik sosial itu menunjukkan betapa kita tidak mampu menjaga solidaritas yang terbangun dalam momentum kebangkitan nasional 1908. Terjadinya konflik cenderung disebabkan oleh absennya keteladanan dari para penyelenggara dan tokoh nasional dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Rakyat selalu mendapatkan tontonan konflik sebagai berita utama acara televisi ataupun laporan media, yang menonjolkan kekuatan kelompok, merendahkan martabat orang yang kalah, menjadikan orang lain sebagai musuh bagi yang tidak sesuai dengan pandangannya, serta rendahnya moralitas dan etika.
 
Kedua, kasus korupsi yang melibatkan para penyelenggara negara, politisi, pengusaha bahkan tokoh masyarakat/agama turut terseret dalam berbagai kasus korupsi di negara ini semakin memperparah keterpurukan kita sebagai Negara bangsa merdeka.
 
Ketiga, secara khusus permasalahan kedaulatan bangsa belum mampu dijaga secara utuh. Hal ini tampak dari persoalan yang mengemuka dan tak kunjung dapat diselesaikan, antara lain, keterpurukan sosial ekonomi masyarakat di daerah perbatasan acapkali memercikkan keinginan untuk lebih memilih keluar dari entitas ke-Indonesia-an.

Persoalan Aceh dan Papua yang tak kunjung terselesaikan, bahkan cenderung pada situasi menggerogoti integritas NKRI.

Penggelontoran dana otonomi khusus di Tanah Papua, kekerasan demi kekerasan acapkali terjadi, dalam hal ini rakyat menjadi korban. MoU Helsinski yang disepakati belum mampu meredam kekerasan yang terjadi di Aceh, bahkan memumculkan persoalan baru yang turut menggerogoti eksistensi NKRI.
 
Keempat, kepemimpinan nasional belum mampu menjaga solidaritas nasional sebagaimana yang diwariskan oleh momentum Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda dan Proklamasi 1945.

Demi alasan penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan, rakyat dengan setianya masih menerima stempel miskin dari Negara. Entah itu program bantuan langsung tunai, bantuan langsung swadaya mandiri, jaminan kesehatan masyarakat, program keluarga harapan, dan segudang embel-embel program lainnya. Indonesia, kian menghawatirkan.

Mirisnya, sikap pemerintahan Indonesia terhadap kebijakan minyak dunia, amatlah tergantung. Tak ada kepastian tegas melindungi rakyat dari serangan pasar bebas. Hanya, berpura-pura khawatir terhadap penetapan harga bahan bakar minyak (BBM). Padahal, jelas, kita hanya dituntun mengikuti harga internasional.
 
Dengan memperhatikan hal di atas, kami melihat ada sebuah krisis dari nilai tertinggi norma Indonesia, yakni, krisis budi pekerti, krisis akan pikiran yang baik dan jernih dari tiap-tiap komponen negara-bangsa Indonesia terhadap nilai-nilai kejuangan pada momentum historis Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda dan Proklamasi 1945 serta  kesetiaan rakyat Indonesia.

Adalah penting  bagi generasi muda untuk terus mengingat ketiga sindrom alzheimer bangsa ini – yaitu menjadi “Pelupa, Munafik dan Amok”, agar situasi yang sama tidak terjadi pada mereka ketika saat memimpin.
 
Pada momentum bersejarah ini, kami mengajak segenap komponen bangsa untuk mengenakan budi pekerti dalam memaknai kembali Kebangkitan Nasional 1908. Khususnya dalam menghadapi arus globalisasi AFTA 2015 dan semakin terbukanya ASEAN Community yang berarti akan terjadi lintas arus budaya yang deras dan menerjang setiap individu.
 
Untuk itu sudah seharusnya dalam tataran negara diperlukan mekanisme yang sistematis untuk penananaman dan pengembangan nilai-nilai Pancasila. Sedangkan dalam tataran individual dengan menguatkan kembali solidaritas tanpa sekat sebagai rakyat dari sebuah negara-bangsa yang pernah mengalami penjajahan merupakan upaya yang harus dilakukan.

Proses berkesinambungan dalam upaya memunculkan manusia Indonesia dengan budi pekerti yang luhur. Rela berkorban demi nusa dan bangsa bukan untuk diri sendiri atau kelompok.
 
Dalam budi pekerti yang luhur tersebut, kita kembali membangun solidaritas dengan pemaknaan bahwa suatu kehendak baik, datang dari siapa saja tanpa pembedaan entitas yang melekat.

Solidaritas merupakan wujud keberpihakan terhadap mereka yang mengalami ketidakadilan, miskin, lemah, dan teraniaya. Mengurai masalah secara bersama, mencari jalan keluar secara bersama dan melakukannya secara bersama dengan setara.

Dengan demikian mengenakan budi pekerti yang luhur, seruan solidaritas tanpa sekat menjadi suatu semangat bersama dalam upaya merevitalisasi kembali kebangkitan nasional.

Dalam tataran praksis harus ditunjukkan dengan berada langsung dalam pergumulan masalah yang dihadapi, tidak menjaga jarak, terbuka, solider dan ditujukan bagi kepentingan kesejahteraan umum. Sebagai langkah awal dimulai dari diri sendiri dengan mulai mengenakan budi pekerti untuk kebangkitan bangsa.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini