Pernyataan tersebut sangat tendensius dan seperti melindungi koruptor. Seharusnya yang dilakukan pemprov DKI baik Gubernur atau Wagub mencoba mengkaji kembali dokumen-dokumen keabsahan tanah tersebut. Cari kesalahan dan kejanggalannya, bukan menyerahkan penyelesaiannya kepada pengembang dan ahli waris saja.
Sesungguhnya apa yang dilontarkan Ahok dapat mengalihkan persoalan atau isu, dari kasus korupsi dan kolusi antara pengembang dan pejabat Pemprov DKI menjadi semata-mata kasus perdata antara pengembang dan ahli waris.
Sejumlah catatan yang berhasil dihimpun dan diamati setidaknya ada 6 indikasi yang mengarah dugaan terjadinya kerugian negara antara lain :
1. Di dalam BAST, berjudul ` Tanah yang terletak di Jalan Rumah Sakit Koja Kelurahan Papanggo dan Sunter Agung,...' Artinya, inilah alamat tanah yang diserah terimakan.
2. Di dalam BAST, pasal 1, tanah yang diserahkan di Jalan Rumah Sakit Koja, Kelurahan Papanggo dan Sunter Agung, luas 265.335,99 m2 dengan nilai aset 737.395.249.809,00 Rupiah (tahun 2007).
3. Di dalam BAST, pasal 2, tanah yang diserahkan sebagai kewajiban dari 7 pengembang, diantaranya ada PT Astra International Tbk dan PT Subur Brother, yang diwakili PT Agung Podomoro.
4. Di dalam BAST, pasal 3, tertulis `....dalam keadaan baik sesuai standar yang ditetapkan, tidak sengketa,....dst'.
5. Di dalam BAST, pasal 4 (2) tertulis ` PIHAK PERTAMA berkewajiban menyelesaikan sertifikat tanah..dst'. Catatan : Pihak Pertama adalah Trihatma Kusuma Haliman, Direktur I PT Agung Podomoro.
6. Di dalam BAST, pasal 6, dijelaskan penyerahan disertai surat-surat dokumen. Catatan : BAST dilampiri 5 Surat Pelepasan Hak (SPH).
Analisis dari data di atas :
1. Sesungguhnya dimana letak tanah yang diserahkan ? Apakah tidak salah alamat bila terus mengklaim tanah BMW ? Sebab, tanah BMW di Jalan RE Martadinata Kelurahan Papanggo, bukan di jalan RS Koja Kelurahan Sunter Agung dan Papanggo.
2. Tanah yang diserahkan 265.335,99 m2, tetapi 5 SPH jika dijumlah hanya 122.228 m2. Kebenaran 5 SPH ini pun perlu diuji. Ternyata 4 SPH di Kelurahan Sunter Agung dan dilegalisir Lurah Sunter Agung. Padahal tanah BMW di Kelurahan Papanggo. Satu SPH di Kelurahan Papanggo, tetapi dalam pernyataannya secara terbuka disangkal pihak keluarga. Keluarga menyatakan bahwa almarhum bapaknya tidak punya tanah, bukan Dirut PT Sinar Air Mas sebagaimana disebutkan dalam SPH dan tanda tangan dalam SPH tersebut diakui anak almarhum bukan tanda tangan orangtuanya.
3. Kejanggalan lain dari SPH, disebut sebagai kewajiban dari 7 pengembang, tetapi semua SPH cuma diserahkan kepada PT Indofica Housing.
4. Kejanggalan lain (1) kesaksian PT Astra International Tbk dan PT Subur Brother yang namanya dimasukkan dalam BAST, ternyata dalam persidangan perdata antara pengembang PT Agung Podomoro versus ahli waris, keduanya menyangkal dan meminta dikeluarkan dari daftar tergugat berarti dapat diartikan adanya pencatutan nama kedua perusahaan tersebut.
Mereka menyatakan kewajibannya kepada Pemprov DKI sudah diselesaikan sendiri tidak melalui tangan bos PT Agung Podomoro tersebut (2) pengembang menyerahkan tanah sengketa yang dinyatakan dalam BAST tanah tak bermasalah (3) pengembang tidak bersedia mensertifikatkan sesuai ketentuan, justru melemparkan tanggungjawab penyelesaian sertifikat kepada pemprov DKI.
Agung Podomoro "Menantang" Pemprov DKI Jakarta
Membaca majalah Gatra edisi 21 November 2013, disebutkan oleh kuasa hukum PT Agung Podomoro, Muliadi sudah berani menyalahkan Pemprov DKI dan cuci tangan terkait sertifikasi.
Dikatakannya masalah hukum sudah selesai. Padahal, baik pidana umum maupun perdata, ahli waris masih memiliki hak untuk PK (Peninjauan Kembali) di Mahkamah Agung. Sedangkan pidana korupsi, belum dimulai. Artinya, masalah hukum belum selesai.
Muliadi juga terkesan tanpa persiapan matang untuk menjawab pertanyaan wartawan Gatra. Dalam pernyataannya penyebutan dalam BAST ` Jalan RS Koja dengan alasan nama itu yang dikenal di masyarakat sekitar, bukan berdasarkan data otentik nama jalan sesungguhnya (padahal BAST adalah dokumen yang memiliki kekuatan hukum).