Ketiga, sumber pembiayaan Pilkada langsung secara serentak ditanggung oleh APBN, sehingga tidak menganggu keuangan daerah.
Sebab bagi daerah yang kemampuan fiskalnya rendah, kewajiban membiayai pilkada ternyata mengurangi belanja pelayanan publik seperti urusan pendidikan dan kesehatan.
Ketiga hal diatas setidaknya bisa menjadi solusi alternatif untuk mengakhiri polemik Pilkada. Sekaligus memberikan jaminan bagi masa depan demokrasi kita ke arah yang lebih baik.
Polemik RUU Pilkada tersebut menjadi sinyal kuat bahwa bangsa ini sedang menuju fase krisis konstitusi. Hal ini harus kita sikapi secara serius.
Carut marut konstitusi ini tidak lepas dari pengaruh Law Imprealisme yang tidak kita sadari sudah berlangsung selama lebih dari 1 dasawarsa Reformasi.
Seharusnya kita kembali ke pemikiran-pemikiran Bung Karno dalam berbangsa dan bernegara agar konstitusi berdiri kokoh.
Semoga Pemerintahan Jokowi-JK ke depan mampu meluruskan cita-cita Prokalmasi 17 Agustus 1945 dengan fIlosofi Trisakti Bung Karno 1963.