News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Revolusi Mental Butuh Bertepuk Dua Tangan

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Republik Indonesia terpilih Joko Widodo mengunjungi Ketua Umum Partai Gerindra yang juga mantan pesaingnya dalam Pilpres lalu, Prabowo Subianto, di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2014). Dalam pertemuan tersebut Jokowi bersilaturahmi dan mengundang Prabowo untuk menghadiri pelantikan Presiden Senin 20 Oktober 2014 mendatang. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

Pelajaran dari Bekasi efek, konsentrasi mall melebihi dari yang dibutuhkan dengan daya dukung wilayah telah menyebabkan ketidakefisienan dalam pemanfaatan sumberdaya.

Kehadiran “Revolusi Mental” dapat dimulai dengan kalimat motivasi “benar kita salah”. Konotasi ini akan menghadirkan semangat pembaharuan bahwa memperbaiki bukanlah kelemahan, meluruskan yang keliru bukanlah ketidakmampuan, mengkoreksi yang tidak perllu tidaklah membuat malu.

Dengan paradigm “ benar kita salah”, kita beranjak pada fase belanja pengalaman ( experiential purchasing).
James Hamblin dalam Koran The Atlantic, bertajuk “ Buy Experiences, not Things” (belilah pengalaman, bukan benda). Segaris dengan pemikiran itu,

Matthew Killingwort dan Daniel Gilbert, memaparkan bahwa “kebahagiaan” seseorang ternyata berada dalam dimensi “moment-to-moment”.

Kebahagiaan bukan diperoleh dari memiliki materi, karena materi secara intrinsic hanya memiliki nilai intrinsic semata.

Namun demikian kepemilikan terhadap benda atau materi mungkin bisa menghasilkan kepuasan. Kepuasan terhadap benda ini tidak harus datang saat benda itu diperoleh, namun pada saat antisipasi dan kenangan memperolehnya.

Berdasarkan penelitian neuro sains,  otak sangat aktif ketika periode antisipasi memperoleh kesenangan dan kenangan yang terjadi setelahnya, bukan ketika memperolehnya. Belanja pengalaman seperti perjalanan, menonton pertunjukan, story talling, dongeng dan cerita antar sesame ternyata memmeberikan tingkat kepuasan yang lebih lama.

Belanja pengalaman memberikan modal sosial kepada peradaban yang egaliter. Mereka yang antri belanja pengalaman moody ternyata lebih moody dari mereka yang belanja materi.

Rujukan sehatnya, Bekasi dan kota-kota metropolitan lainnya di Indonesia yang menghadapi tantangan sejenis, memungkinkan untuk membangun peradaban experiential purchasing.

Bijak juga kita kembali kepada kehadiran kitab suci “berjalanlah kalian dimuka bumi Allah yang luas ini”, yang hikmahnya adalah “bertepuk dua tangan” yaitu harmoninya manusia dengan alam berupa bekerja dan belajar dari pengalaman. Selamat datang “Revolusi Mental”!.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini