News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Prahara Partai Golkar

Opini: Motif Politik Menkum HAM Tunda Pengesahan Kepungurusan Golkar

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Pardamean Laoly memberikan penjelasan kepada wartawan mengenai adanya dua berkas kepengurusan DPP Partai Golkar di Jakarta, Senin (8/12/2014). Laoly mengatakan bahwa Kemenkumham akan membentuk tim untuk menelaah dan menganalis data-data hasil Munas IX Partai Golkar versi Bali dan Ancol. Kompas/Heru Sri Kumoro

Oleh: Said Salahuddin, Koordinator Sigma (Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia).

Sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly tidak tepat lantaran enggan mengesahkan kepengurusan Partai Golkar dengan alasan masih terdapat perselisihan kepengurusan. Ada kemungkinan hal itu terjadi, Kemenkum HAM tak mengerti atau pura-pura tidak mengerti undang-undang.

Tapi saya tak yakin jika Kemenkum HAM tidak mengerti aturan di dalam UU No 2 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan UU No 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik. Kementerian memiliki banyak ahli hukum. Jadi kemungkinannya, Menkum HAM Yassona Laoly hanya pura-pura tak mengerti atas perselisihan kepengurusan yang terjadi di Partai Golkar.

Pasal 24 UU Parpol telah jelas mengatur bahwa penundaan pengesahan kepengurusan parpol oleh menteri hanya dapat dilakukan apabila dikaitkan dengan Pasal 25. Apa kata Pasal 25? Perselisihan kepengurusan dimaksud haruslah perselisihan kepengurusan yang memenuhi empat indikator secara kumulatif.

Pertama, terkait dengan bentuk perselisihannya. Wujudnya berupa adanya penolakan untuk mengganti kepengurusan. Kedua, terkait dengan locus dan tempusnya. Penolakan pergantian kepengurusan harus disampaikan secara resmi di dalam penyelenggaraan forum pengambilan keputusan tertinggi partai politik, seperti munas, kongres, atau muktamar.

Ketiga, terkait subjeknya. Penolakan pergantian kepengurusan haruslah anggota parpol yang menjadi peserta munas, kongres, atau muktamar. Keempat, terkait dengan persyaratan jumlah peserta yang menolak. Penolakan pergantian kepengurusan harus datang dari minimal 2/3 peserta munas, kongres, atau muktamar.

Empat indikator itulah yang memiliki korelasi dengan ketentuan Pasal 24 UU Parpol yang menentukan Menkum HAM belum dapat mengesahkan perubahan kepengurusan parpol apabila parpol bersangkutan sedang menghadapi perselisihan kepengurusan.

Pertanyaannya, adakah empat indikator itu terjadi dalam penyelenggaraan Munas Bali? Adakah Agung Laksono cs bersama para pendukungnya datang ke Bali untuk menyatakan penolakan terhadap kepengurusan Aburizal Bakrie, sehingga muncul penolakan kepengurusan dari minimal 2/3 peserta Munas Bali? Faktanya semua itu tidak terjadi.

Oleh sebab itu menurut hukum harus dinyatakan bahwa Munas Bali sama sekali tidak menimbulkan perselisihan kepengurusan, sehingga Menkum HAM tidak bisa berkelit untuk mengesahkan kepengurusan Partai Golkar yang dibentuk di sana.

Pengesahan kepengurusan parpol oleh Menkum HAM sama sekali tidak boleh dikaitkan dengan soal waktu pendaftarannya. Ada seribu pengurus pun yang mendaftar pada hari yang sama tidak bisa dijadikan alasan hukum bagi Menkumham untuk tidak mengesahkan salah satu kepengurusan yang sah, kecuali dapat dibuktikan telah terjadi perselisihan kepengurusan yang memenuhi empat indikator tadi.

Atas penolakan mengesahkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Bali dengan alasan yang mengada-ada itu, saya mulai semakin yakin Menkum HAM Yassona Laoly punya motif politik untuk sengaja menggantung pengesahan kepengurusan Partai Golkar. Boleh jadi targetnya memperlemah kekuatan politik Fraksi Partai Golkar di DPR.

Jika Fraksi Partai Golkar di DPR terbelah, di mana akan ada anggota yang pro kepada ARB dan yang pro kepada Agung Laksono, maka hal itu akan berdampak pada melemahnya Fraksi Partai Golkar yang selama ini mengambil posisi sebagai pengimbang Pemerintah. Kuatnya Fraksi Golkar di DPR adalah kuatnya Koalisi Merah Putih. Sepertinya itulah yang tidak disukai oleh Menkum HAM yang merupakan salah satu tokoh Koalisi Indonesia Hebat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini