Oleh: Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah persoalan yang dihubungkan dengan eksistensi manusia adalah pemaknaan hidup. Dalam dimensi kontemporer manusia mencari jawaban melalui konstruksi peradaban yang diartikan sebuah resultante atas cipta karya dan karsa manusia melalui ruang dan waktu dimana unsur budaya dan ilmu pengetahuan adalah faktor determinan menjelaskan pengaruh peradaban pada kualitas dan corak lingkungan manusia dari waktu ke waktu.
Manusia sebagai makhluk yang memiliki kapasitas alamiah selalu ada dalam titik "kegairahan" untuk menyempurnakan "Akal" sebagai anugerah Allah SWT. Atas izin-NYA Manusia mampu membangun peradaban kehidupannya dengan terus menerus meniupkan "ghirah" dan gairah menggali ilmu pengetahuan sebagai medan pergulatan cita rasa kemanusiaan yang tidak pernah surut dalam pemenuhan jati diri dan tanggungjawab yang merupakan ukuran harkat seorang manusia.
Pada titik tolak kemampuan memberi pada "kehidupan" itulah manusia dilahirkan untuk hidup, bukan bersiap-siap untuk menjalani hidup. Dengan arti lain konsekuensi logis sebagai sang "pemenang" di muka bumi karena proses pembuahan sel telur yang alamiah dan sunattulah, memberi 2 esensi luhur yaitu cinta dan tanggungjawabIah yang mendasari etika kehidupan manusia.
Cinta digambarkan sebagai kekuatan yang tak terbatas yang mampu memberi lebih' pada nilai nilai kultural,religius bahkan domain politik sekalipun. Itulah sisi yang menjelaskan kepada kita tentang terbelahnya bumi menjadi negara negara dan humanisme diatas patriotisme karena faktor cinta. Kadang-kadang disebutkan bahwa cinta membuat kita membangun kesadaran universal.
Cinta dalam hal ini menjadi kewajiban universal yang membimbing kita dalam kesadaran dan tindakan moral. Inilah mengapa bebohong tidak bisa dibenarkan secara moral dalam keadaan apapun, sebab kita tidak dapat menghendaki bahwa berbohong menjadi paktik universal yang seharusnya dilakukan oleh seiap individu.
Berbuatlah terhadap orang lain sebagaimana engkau ingin mereka melakukannya kepadamu. Tentu saja standar yang harus kita gunakan untuk menilai pro kontra perbuatan adalah hukum cinta. Cinta dengan demikian, membentuk dalam jati diri kita suatu "kesadaran universal" karena ajarannya mendorong kita setidaknya unuk bersikap respek kepada seluruh manusia, tanpa memandang ras, agama maupun kelas sosial-ekonomi mereka.
Bagaimana mengatasi persoalan pertentangan dengan prinsip cinta universal? Harus diakui bahwa untuk menemukan etika tentang cinta sangat realistis pada tema "kebencian". Dia juga bepandangan bahwa cinta juga mentransdensikan dorongan kebencian. "Maar, "toleransi" dan "kesalehan" merupakan kekuatan tersembunyi cinta yang selalu terganggu oleh permusuhan. Dan alih-alih membangunkan dinamika cinta, pertentangan dari pihak lain merupakan sumber yang menguntungkan untuk kebesihan hati, semuanya merupakan kesempatan yang balk unuk mempraktikan cinta universal.
Orang yang "termotivasi" oleh cinta yang mengarah pada kebahagiaan , kesentausaan dan kemakmuran hidup — menjamin istilah psikologi Abraham Maslow — jelas memahami bahwa dia tidak selalu behasil mendapat balasan kembali cinta dari tetangganya. Dia harus hidup sendiri bersama musuh-musuhnya. Terhadap musuh, ditekankan sikap "mad" dan "kebaikan" yang merupakan "bayangan Tuhan dalam diri manusia." Kini hanya hal itu menjadi "cinta universal" yakni nilai rasa yang berhubungan kepada seluruh makhluk, yang mendorong individu unuk menerima penderitaan, ejek-ejekan dan penolakan dari musuh mereka dengan cara tabah. Dengan begitu cinta tidaklah selalu menyenangkan jalannya sulit dan curam.
Eksistensi manusia dan semua eksistensi tidak bisa disifat oleh kebencian ,hanya cinta dan kebahagiaan hidup yang identik, karena itu isilah hidup dengan cinta yang semangatnya berisi ; kesetiaan, ketulusan, kebahagiaan dan kebebasan. Ilustrasi diatas telah cukup untuk mengantarkan sisi terang bahwa jika cinta membutuhkan tanggungjawab manusia dan hidup harus terus diperjuangkan karena harapan adalah sesuatu yang tidak dapat diandalkan karena hidup adalah haluan integral doa upaya pasrah atas takdir-Nya.
Sedangkan pengharapan itu sendiri tidaklah tergantung pada instrumen perangkat maupun penggunaan logika semata melainkan adanya campur tangan Sang Pemberi Kehidupan. Dalam dimensi inilah sangat mendasar untuk terus menerus menggugat diri kita masing masing tentang tanggungjawab kita pada diri sendiri, keluarga masyarakat bangsa negara dan Tuhan YME.
Dalam perspektif ajaran Islam, tanggung jawab itu dapat diselaraskan dengan tujuan asasi al-islami yaitu secara vertikal keridhaan Allah,secara horisontal
kesejahteraan manusia didunia dan akhirat dan waktu yang sama rahmat bagi sesama manusia dan Iingkungannya.
Pada garis besarnya, a1 Islam sebagai satu sistem tersusun atas tiga komponen dasar yaitu 1. Aqodah, 2. Syari'ah yang meliputi ibadat khas dan Mu'amalat, 3. Akhlaq.
Sebagai agama yang mengatur kehidupan dan penghidupan manusia, nilai-nilai dasar dan kaidah kaidah Islam memberikan patokan patokan nnengenai pelbagai kegiatan sosio kultural manusia seperti politik sosial ekonomi pendidikan dan lain sebagainya. Ibadat Ammah ( dalam arti luas) adalah segala aktivitas yang bertitik tolak ikhlas dan bertujuan ridha Allah SWT, sejahtera dunia akhirat dan rahmat bagi sesama manusia dan Iingkungan. Relasi tanggungjawab dan ajaran Islam menjelaskan nilai-nilai Islam sebagai pembawa hasanah atau sa'adah dan agama rahmat pembawa manfaat, pembawa manfaat bagi penganutnya, bagi orang lain, dan bagi alam Iingkungan'.
Begitulah Allah membuat perumpamaan tentang kebenaran dan kebatilan. Adapun buih(kebatilan) itu hilang sirna sebagai barang tiada berharga.Adapun apa(kebenaran) yang bermanfaat bagi manusia tinggal diatas bumf . Begitulah ALLAH membuat amsal ( s.13 ar- Ra'dua .17) sebaik-baik manusia ialah dia yang bermanfaat hidupnya ( Hadist Nabawi).
Sehingga ciri- ciri pertanggungjawaban yang Islami harus mengedapankan nilai etis, ekonomis dan fungsional sebagai manifestasi tugas ibadah manusia dimuka bumi.
Dalam ajaran Katholik , Allah menciptakan manusia dengan dianugerahi martabat kebebasan, karena Allah menghendaki manusia mengabdi pada-NYA Dengan bebas tanpa dipaksa oleh siapapun.Tuhan menghendaki pengabdian yang tulus ilhlas, bukan pura-pura dan munafik sebab Allah bermaksud menyeahkan manusia kepada keputusannya sendiri lihat Gaudium et spes ; GS 17 yaitu pertanyaan entang gereja dalam dunia modern artikel 17.)
Dimana nilai etis tanggungjawab bersifat totalitas dan menyeluruh .
Menurut ajaran agama Kristen Protestant , dalam Matius 25 ; 21 disebutkan ; Maka kata tuannya itu kepadanya baik sekaliperbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan padamu tanggungjawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Hal ini memaparkan tentang bernilainya itikad baik dan rasa tanggungjawab dalam menjalankan kewajiban manusia terhadap Tuhan, sesama dan lingkungannya .
Diantara nilai tanggungjawab dalam ajaran Agama Hindu , terdapat dalam Saassamuscaya 89 dinyatakan ; sada samahitam citta naro bhutesu dharayet nabhidhyayenne sprhayenabaddham cintayedasat ( nah inilah yang hendaknya orang perbuat,perasaan hati cinta kasih kepada segala makhluk hendaklah ini terus dikuatkan, janganlah menaruh dengki iri hati, janganlah menginginkan dan janganlah merindukan sesuatu yang tidak ada, ataupun sesuatu yang tidak halal, janganlah hal itu dipikir-pikir).
Makna tersirat dan tesurat bahwa unsur tanggungjawab manusia lebih kepada memberi kebaikan pada sesama .
Dengan semangat Refleksi 70 Tahun Kemerdekaan RI, Membangun Negara Bertabur CINTA atau Corak Indonesia Negara Tanpa Anarki memberi peluang tatanan kehidupan Berbangsa dan Bernegara penuh damai dan harmoni.
Insiden di Tolikara dan peristiwa bermotif intoleransi diberbagai tempat merupakan sinyal kuat Indonesia berbenah disemua sektor tanpa amarah. Pemikul amanah di negeri ini harus berperilaku sebagai agen inspirasi harmoni. Baik ketika mengarahkan tujuan pencapaian Amanat Konstitusi, menunaikan kewajiban asasi maupun ketika meningkatkan kinerja organisasi. Pemimpin yang arif, bijaksana dan berpengetahuan adalah motor dari perlindungan semangat motivasi dan kehormatan jatidiri. Ketidak santunan diksi dalam menyampaikan koreksi seringkali berbuah demoralisasi. Jika itu terdapat dalam anatomi dan profil organisasi negara dapat merefleksikan distrust dan disharmoni. Yang memungkinkan tujuan penyampaian tidak tepat sasaran dan tepat makna.
Semoga Bangsa Indonesia dapat mengkonsolidasikan energi positif untuk mengurangi amuk murka aksi radikal anti harmoni (AMARAH) yang membuih dalam kehidupan dan interaksi berbangsa melalui peningkatan rasa mensyukuri keberuntungan hidup di Bumi Pancasila untuk semua.