Ditulis oleh :GEBER BUMN
TRIBUNNERS - Meski sudah dijabat pimpinan baru, rupanya tidak menjamin institusi DPR bisa memastikan sidang-sidang untuk soal rakyat terselenggara dengan baik.
Entah sebabnya tanpa koordinasi antar komisi, minimnya tata administrasi ataukah beda substansi
kepentingan, sidang rakergab soal outsourcing BUMN, kembali ditunda.
Karenanya, patut dikhawatirkan, sidang-sidang lainnya soal pembahasan rancangan undang-undang pun bakal minim dihasilkan.
Pernyataan Ketua DPR baru, Ade Komaruddin, bahwa DPR akan mengurangi masa reses guna
meningkatkan produktivitasnya untuk hal tersebut bisa diduga sebagai pencitraan semata.
Agenda sidang rakergab outsourcing BUMN, yang ketiga kalinya tidak bisa diwujudkan oleh Komisi VI dan Komisi IX.
Jika pada jadwal sidang sebelumnya, Komisi VI yang tidak siap, hari ini, di 26 Januari 2016, Komisi IX nya yang tidak siap untuk sidang rakergab tersebut.
Alasannya, Komisi IX tengah mengadakan sidang komisi.
Jika demikian adanya, sangat ironis, lembaga negara setingkat DPR tak mampu menata dan mensinkronisasi secara internal terhadap agenda sidang-sidangnya.
Karenanya, keberadaan wakil- wakil Ketua DPR yang membawahi Komisi-Komisi di DPR pun patut
dipertanyakan kewenangan tugasnya.
Kebutuhan adanya rakergab merupakan kesimpulan rapat Komisi IX pada tanggal 4 Desember 2014 yang lalu.
Penyebabnya, rekomendasi Panja OS BUMN DPR RI tidak dilaksanakan oleh pihak pemerintah (Menaker, MenBUMN dan BUMN-BUMN) dari dua tahun lalu (sejak 25 Oktober2013).
Kementrian BUMN selaku koordinator sekaligus pengawas bahkan mewakili negara sebagai
pemilik berperan sangat minim dan sepertinya enggan mewujudkan rekomendasi Panja Keternagakerjaan (BUMN) DPR RI.
Sedangkan Kementrian BUMN sendiri adalah mitra kerja dari Komisi VI. Karenanya, Rakergab lintas Komisi (VI dan IX) diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang ada.
GEBERBUMN sudah berupaya menyampaikan permasalahan outsourcing BUMN ke
masing-masing Wakil Ketua DPR yang membawahi komisi-komisi tersebut.
Keduanya menegaskan dari tahun lalu, akan menindaklanjutinya bahkan akan memimpinnya secara langsung sidang rakergab itu nantinya.
Faktanya, hingga hari ini, rakergab tersebut belum terwujud.
Permasalahan outsourcing BUMN sudah memasuki tahun ketiganya di DPR dari sejak 2013 lalu.
Rekomendasi Panja Ketenagakerjaan (BUMN) DPR menyatakan adanya pelanggaran yang dilakukan sejumlah BUMN atas hak-hak pekerjanya, baik pekerja outsourcing maupun pekerja organik di BUMN.
Bukan hanya ini, Satgas yang disepakati dan dibentuk oleh kedua Kementrian terkait, Kementrian BUMN, Kemnaker juga menerbitkan dan menyatakan adanya pelanggaran di kasus ketenagakerjaan di BUMN ini.
Solusi pun digulirkan dalam bentuk kesepakatan antara Menteri BUMN, Menteri Tenaga Kerja dan BUMN-BUMN dalam raker pada tanggal 4 Maret 2014 lalu.
Namun, lagi-lagi dalam hal pelaksanaannya tidak berjalan.
Padahal dampak dari kasus ketenagakerjaan ini cukup merusak kehidupan pekerja outsourcing di BUMN selama ini (berjalan 3 tahun).
Ketidakpastian hubungan kerja, pemutusan hubungan kerja sepihak serta penelantaran hak-hak normatif lainnya dari pekerja.
Implikasinya, banyak pekerja mengalami “runtuh” kehidupan rumah tangganya. Sehingga, kelangsungan aspek pangan, sandang, kesehatan, pendidikan dan perumahan bagi anggota keluarganya pun terancam.
Rakergab, sangat dinantikan oleh seluruh pekerja outsourcing di BUMN.
Sejumlah advokasi yang ditempuh menemukan adanya sejumlah penyimpangan yang menahun yang terjadi
dalam penyelenggaraan regulasi ketenagakerjaan di BUMN.
Diharapkan, rakergab mampu membawa hasil positif dan memberikan rasa keadilan bagi buruh-buruh outsourcing khususnya korban malpraktek dari sistem outsourcing yang diterapkan di BUMN-BUMN.
Sehingga menjadi “titik” terang bagi penuntasan penyelesaian permasalahan ousourcing dan kasus ketenagakerjaan lainnya di BUMN.