Ketiga, Jokowi juga menyampaikan akan melakukan pembukaan Konsulat Kehormatan RI di Ramallah Palestina.
Kebijakan yang diambil Jokowi menjadi bukti kuat bahwa dari pemerintahan ke pemerintahan Indonesia, salah satu arah politik luar negeri RI adalah mendukung dan membantu Palestina menjadi negara merdeka dan berdaulat penuh.
Ini sudah menjadi keharusan dalam menindaklanjuti utang sejarah yang belum lunas.
Palestina beserta negara-negara lain di belahan Timur Tengah menjadi bagian sejarah tak terlupakan dalam mendukung dan mengakui Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat.
Bahkan telah tercatat dalam sejarah bahwa Palestina sudah memberikan dukungan atas kemerdekaan Indonesia sebelum tahun 1945.
Selain atas nama panggilan sejarah, sudah termaktub secara jelas dalam Pembukaan UUD 1945 di alinea pertama dan keempat sebagai acuan konsepsi penentu arah Polugri RI yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan...ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...."
Muatan konsepsi tersebut secara otomatis sangat kontradiksi dengan persoalan-persoalan yang dialami Palestina.
Dikotomi antara konsepsi di atas dengan persoalan Palestina dapat dilihat dari konflik antara Palestina versus Israel, yang mengakibatkan penderitaan dan kerugiaan yang sangat besar.
Dimana, Palestina mengalami kerugian dan penderitaan yang sangat jauh lebih besar dibandingkan Israel.
Mengapa? Sudah menjadi pengetahuan umum di masyarakat internasional bahwa masyarakat Palestina yang kehilangan nyawa dan mengalami kecacatan fisik tidaklah sedikit, mulai dari ibu-ibu sampai anak-anak.
Fakta juga bahwa sekitar 6 juta masyarakat Palestina mengungsi ke negara tetangga seperti Suriah, Libanon, dan Mesir.
Mereka terpaksa meninggalkan tempat tinggal dan sumber mata pencaharian karena di usir oleh tentara Israel, dan menuai nasib yang tidak jelas. Fakta berikutnya, wilayah kekuasaan Palestina secara objektivitas semakin mengecil dari tahun ke tahun yang mulai direbut oleh Israel, sejak tahun 1948.
Masyarakat Palestina yang masih tinggal di beberapa daerah pendudukan Israel mengalami tindakan diskriminatif, penyiksaan dan pembunuhan, apalagi yang tinggal di Jerusalem.
Masyarakat Palestina tidak bebas melaksanakan ibadah di Masjidil Aqsa. Dan, blokade kebutuhan primer dan sekunder baik di jalur darat maupun laut dilakukan Israel khususnya ke Gaza pada waktu perang di tahun 2014.