Ditulis oleh : Fraksi Nasdem
TRIBUNNERS - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memiliki kewenangan terbatas dibanding lembaga tinggi negara lainnya, seperti DPR dan MPR.
Lembaga yang lahir dari rahim reformasi 98 pascaamandemen Undang-undang Dasar ke tiga ini, memiliki kewenangan terbatas.
DPD hanya berhak mengusulkan undang-undang terkait pemerintah daerah, tanpa kewenangan untuk turut menentukan proses politiknya.
Keterbatasan itu diakui anggota Komisi XI DPR Ahmad Sahroni saat menyampaikan pandangannya dalam kegiatan sosialisasi empat pilar.
Sosialisasi konstitusi ini diselenggarakan atas kerja sama DPR RI dengan masyarakat Pademangan Barat dan Ancol di Kebon Agung, Tanjung Priok, Jakarta. Minggu (14/3/2016).
“DPD itu terlahir seperti gigi gingsul, bukan sebagai gigi taring. Jadi, fungsinya tidak maksimal,” ucap Ahmad Sahroni.
Dalam hematnya, era otonomi daerah yang berkembang pesat saat ini, semestinya menyertakan peran dan fungsi yang baik bagi DPD.
Sistem ketatanegaran kita mengamanatkan adanya sinergi antara DPD dengan 34 provinsi dan 514 kota atau kabupaten se Indonesia.
Dengan sinergi itu, pembangunan ekonomi, politik dan kebudayaan daerah akan berkembang secara maksimal.
Faktanya, Roni melihat fungsi pengawasan daerah selama ini cenderung diletakkan pada tangan Kemendagri semata.
Padahal DPD memiliki kapasitas kelembagaan untuk turut melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang terkait otonomi daerah.
“DPD itu identik dengan otonomi daerah. Padahal dalam konteks teoritis, DPD itu bukan hanya mengurusi pemerintah daerah. DPD juga harus ikut main dalam kebijakan strategis nasional lainnya," tutur politisi Partai NasDem ini.
Terkait opsi pembubaran DPD, Roni lebih memilih untuk terlebih dulu mengkaji konteks kelembagaannya secara komprehensif.