Ditulis oleh : Lukman Hakim Ketua Kominfo GP Ansor
TRIBUNNERS - Gerakan Pemuda (GP) Ansor menyerukan kepada semua pihak di berbagai belahan dunia agar mengakhiri konflik atas nama agama. Pesan kemanusiaan dari masing-masing agama harus lebih mengemuka daripada pesan berperang demi agama.
Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, agama memiliki paradoks yang melekat dalam dirinya, satu sisi menjadi alat perdamaian dan di sisi lain menjadi alat penghancuran.
“Pada saat dunia jatuh pada situasi kacau seperti sekarang ini, kita yang mengerti dan paham tentang paradoks agama tadi memiliki tanggungjawab yang besar untuk membendung sifat destruktif agama agar tidak terjadi tragedi kemanusiaan yang lebih besar,” ujar Yaqut saat memberikan sambutan dalam pembukaan Global Unity Forum (GUF) 2016, di Jakarta, kemarin.
Global Unity Forum (GUF) merupakan dialog lintas iman yang diinisiasi oleh GP Ansor bersama beberapa organisasi kepemudaan lintas agama seperti Genarasi Muda Budha Indonesia (Gema Budhi), Pemuda Muhammadiyah, dan Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah).
GUF ini menghadirkan beberapa pembicara dari luar negeri di Aisha Virginia Grey Henry (Director of publishing house Fons Vitae), Rabbi Mordechai Avtzon (The Chabad of Hong Kong and China Region), dan Holland Taylor (Chief Operating Officer of Bait Arrahmah, USA).
Yaqut menjelaskan saat ini konflik atas nama agama terus berlangsung di berbagai belahan dunia. Pembantaian manusia oleh kelompok yang mengatasnamakan ISIS dan Alqaedah di Timur Tengah, pengucilan muslim Rohingya oleh mayoritas Budha di Myanmar, hingga ancaman terror bom di Indonesia merupakan bukti kongkret konflik atas nama agama.
“Akar dari masalah ini adalah sifat manusia itu sendiri, dan khususnya kecenderungan pemeluk agama melihat diri mereka sebagai kelompok yang eksklusif, yang berbeda dan lebih unggul dari agama lain,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Gus Tutut ini menegaskan sudah saatnya pandangan superioritas keagamaan di ruang publik diakhiri.
Para pemeluk agama harus meruntuhkan dinding pemisah antaragama dan meninggalkan pembenaran kekerasan terhadap orang lain dengan mengatasnamakan keimanan.
Sebaliknya, penganut harus memandang agama sebagai sumber ajaran luhur yang menyeru untuk mengembangkan kebajikan dan menjadi berkah bagi semua ciptaan atau rahmatan li al-'alamin.
“Ini adalah aspek spiritualitas agama yang memanggil kita menjadi sebenar-benarnya manusia, dan untuk memanusiakan bukan merendahkan yang lain,” tegasnya.
Sementara itu Rabbi Mordechai Avtzon mengaku sangat terhormat bisa berbicara dalam forum global unity forum. Menurutnya dialog lintas agama seperti ini penting untuk mendorong saling pengertian umat antar agama.
“Saya sangat antusias saat menerima undangan dan merasa terhormat berbicara dalam forum ini,” katanya.
Mordechai mengatakan konflik atas nama agama sering berkelindan dengan kepentingan politik kelompok tertentu. Kelompok-kelompok politik yang berusaha merebut kekuasaan biasanya menjadikan agama sebagai alat legitimasi tindakan mereka.