Ditulis oleh : Dr Reda Manthovani SH LLM. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Pancasila.
TRIBUNNERS - Maraknya pemberitaan di berbagai media, medio April 2016 lalu, terkait terbengkalainya benda sitaan dan barang rampasan yang dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) terbilang cukup mengkhawatirkan para penegak hukum.
Apalagi hal tersebut terjadi ketika direktur rupbasan Kemenkumham melakukan kunjungan kerja pada beberapa Rupbasan dan ternyata menemukan terbengkalainya benda sitaan dan barang rampasan tersebut. Masalah laten yang tak kunjung selesai.
Merujuk pada Pasal 1 butir 4 PP No 27/1983, diketahui bahwa benda sitaan adalah benda yang disita oleh penyidik, penuntut umum atau pejabat yang karena jabatannya mempunyai wewenang untuk menyita barang guna keperluan barang bukti dalam proses peradilan.
Karena itu, benda sitaan tersebut merupakan barang bukti dan apabila telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka tindakan selanjutnya adalah eksekusi. Apapun dan bagaimana pun caranya.
Adapun cara eksekusi yang dapat dilakukan atas benda sitaan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, beberapa di antaranya adalah dengan cara dimusnahkan, dibakar sampai habis, ditenggelamkan ke dasar laut sehingga tidak bisa diambil lagi, ditanam di dalam tanah, dirusakan sampai tidak dapat dipergunakan lagi, dilelang untuk negara, diserahkan kepada instansi yang ditetapkan untuk dimanfaatkan, dan disimpan di Rupbasan untuk barang bukti dalam perkara lain.
Dalam bagian terakhir, yakni berdasarkan Pasal 44 ayat (1) KUHAP, disebutkan bahwa benda sitaan dapat disimpan dalam Rupbasan.
Rupbasan adalah satu-satunya tempat penyimpanan segala macam benda sitaan yang diperlukan sebagai barang bukti dalam proses peradilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim.
Benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.
Gagasan dasar tentang amanah undang-undang untuk membentuk lembaga Rupbasan sebenarnya sangat baik, yaitu agar benda sitaan agar tetap terpelihara dalam satu kesatuan unit.
Kebijakan ini akan memudahkan dalam pemeliharaan oleh pejabat tertentu yang bertanggung jawab secara fisik terhadap benda sitaan tersebut.
Sehingga dengan pengelolaan dan pemeliharaan oleh Rupbasan, kondisi atau keadaan benda sitaan itu diharapkan tetap utuh dan sama seperti pada saat benda itu disita.
Namun pembuat undang-undang juga menyadari bahwa untuk mewujudkan terbentuknya Rupbasan memerlukan waktu yang cukup lama.
Maka dalam penjelasan Pasal 44 Ayat (1) KUHAP itu disebutkan bahwa selama belum ada Rupbasan ditempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di Kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia, di kantor Kejaksaan Negeri dan Kantor Pengadilan Negeri, di bank pemerintah dan dalam keadaan memaksa dapat ditempatkan pada penyimpanan lain atau tetap ditempat semula benda sitaan itu berada.