Dalam permasalahan ini, yakni kurangnya penerapan Pasal 45 KUHAP, saya melihat bahwa letak kelemahan itu berada di pihak penuntut umum.
Dalam hal ini, penuntut umum sebagai dominis litis (pengendali penuntutan perkara) belum berperan aktif dan jeli dalam melihat dan menggunakan kewenangan yang diberikan undang-undang maupun peraturan internal kejaksaan dalam meminimalisir penumpukan benda sitaan sebagai barang bukti di Rupbasan.
Lalu bagaimana seharusnya tindakan penuntut umum dalam menerima dan mempelajari berkas perkara dari penyidik yang terkait dengan benda sitaan?
Penuntut Umum harus dapat mengelompokkan secara cermat status benda sitaan menjadi tiga kelompok besar, seperti benda sitaan sebagai alat kejahatan, hasil kejahatan atau objek kejahatan.
Benda sitaan sebagai alat kejahatan (tools of crime), misalnya, narkotika dan alat pengangkutnya. Benda sitaan sebagai hasil kejahatan (proceeds of crimes), misalnya, rumah/tanah/kendaraan dan sebagainya.
Serta benda sitaan hasil keuntungan dari kejahatan dan benda sitaan sebagai objek kejahatan (object of crimes), misalnya, motor/mobil curian atau motor/mobil dalam kecelakaan lalu lintas.
Inventarisasi dan pengelompokkan benda sitaan sebagai barang bukti perlu dilakukan dalam rangka memudahkan institusi penuntut umum seperti kejaksaan untuk melakukan optimalisasi penerapan Pasal 45 KUHAP dalam hal tindakan pelelangan, pemusnahan atau pemanfaatan serta penyelesaian tunggakan eksekusi barang bukti yang telah memiliki putusan inkracht.
Upaya Kejaksaan dalam melakukan optimalisasi penerapan Pasal 45 KUHAP ini dipermudah pelaksanaannya dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 03/PMK.06/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang pengelolaan barang milik negara yang berasal dari barang rampasan negara dan barang gratifikasi.
Adapun tugas dan wewenang kejaksaan dalam Permenkeudi atas adalah sebagai berikut.
Pertama, melakukan penatausahaan terhadap barang rampasan negara. Kedua, menguasakan kepada Kantor Pelayananan untuk melakukan penjualan secara lelang barang rampasan negara dalam waktu tiga bulan dan dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan, yang hasilnya disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak, yakni berupa penerimaan umum pada kejaksaan.
Ketiga, melakukan pengamanan administrasi, pengamanan fisik dan pengamanan hukum terhadap Barang Rampasan Negara yang berada dalam penguasaannya.
Keempat, mengajukan usul penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan kepada menteri atau kepada pejabat yang menerima pelimpahan wewenang menteri sesuai batas kewenangan.
Keterangannya adalah direktur jenderal atas nama menteri melimpahkan sebagian wewenangnya kepada kepala kantor wilayah dan kepala kantor pelayanan untuk menandatangani surat atau keputusan menteri dalam rangka penetapan status penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan, pemusnahan atau penghapusan barang rampasan negara.
Pelimpahan wewenang itu dilakukan dengan ketentuan untuk barang rampasan negara dengan indikasi nilai di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 1 milyar yang didelegasikan kepada Kepala kantor wilayah.