Ditulis oleh : Adian Napitupulu, Anggota DPR RI Komisi VII fraksi PDI Perjuangan
TRIBUNNERS - Mengejar pembangunan pembangkit listrik dengan kapasitas 35.000 megawat selama 5 tahun tentu bukan hal yang mustahil secara teknis.
Sebagai contoh, China dalam kurun waktu satu tahun dari 2014 ke 2015 mampu meningkatkan jumlah pembangkit listriknya dari 1365 gigawatt menjadi 1508 gigawatt atau meningkat 143 gigawatt.
Dari contoh tersebut maka secara teknis dan teknologi mengejar rata rata 7000 megawatt atau 7 gigawatt atau sekitar 0,6% dari yg dibangun China dalam satu tahun sesungguhnya sangat mudah.
Hal yg sangat mudah itu menjadi sangat sulit jika instansi terkait tidak bersinergi dan berbagi peran melainkan saling berebut melupakan Tupoksi masing masing.
Namun jika seluruh instansi terkait mampu bekerja sama sesuai arahan Presiden baik dalam rapat rapat kabinet maupun yg tertuang dalam Peraturan Presiden.
Rencana kementrian ESDM mengambil alih lelang proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt dari PLN, bisa diibaratkan memaksa orang berjalan tidak dgn kaki tetapi dengan kepala.
Yang terjadi bukan mempercepat proyek pembangunan pembangkit listrik tapi malah bisa menggagalkan program.
Ilustrasi berjalan dengan kepala bukan dengan kaki, karena kementrian ESDM sebenarnya berfungsi sebagai regulator.
Bukan pelaksana teknis pembangunan pembangkit tenaga listrik. Setidaknya itu yang diharapkan Jokowi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden no.4 tahun 2016 Bab 2 pasal 3 ayat 1 yg berbunyi, "Pemerintah pusat menugaskan PT PLN (persero) untuk menyelenggarakan PIK (Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan)."
Sementara Peraturan Presiden no 4 tahun 2016 secara tegas menyatakan bahwa kementrian ESDM wajib memudahkan kerja PT PLN dengan melakukan Pembinaan bukan mengambil alih penyelenggaraan dan pelaksanaan sebagaimana tertuang dalam Bab 2 pasal 3 ayat 2 dan 3.
Berdasarkan Peraturan Presiden tersebut maka keinginan Kementrian ESDM untuk mengambil alih proses PIK tersebut jelas jelas melawan kehendak Presiden.
Disisi yg lain, Kementrian ESDM harus mengakui bahwa mereka tidak memiliki tim teknis yang mampu membangun pembangkit listrik skala besar dan berteknologi tinggi.
Keinginan mengambil alih proyek pembangunan pembangkit listrik tanpa dibarengi dengan adanya tim teknis yg berpengalaman akan sangat membahayakan program pembangunan pembangkit listrik yg diinginkan oleh Presiden.
Untuk itu baiknya PT PLN dan Kementrian ESDM tidak lagi saling berebut tetapi bekerja sama dan sama sama bekerja sesuai apa yg diharapkan Presiden, sehingga targer 35.000 Megawatt tersebut dapat selesai dalam 3 tahun ke depan.