TRIBUNNERS - Revisi Undang-Undang Terorisme masih terus berlangsung di DPR.
Menurut Wakil Ketua Pansus Revisi UU Terorisme Supiadin, hingga saat ini belum sampai pada pembahasan. Pansus masih disibukkan dengan mendengar pendapat dari berbagai kalangan dan para ahli dibidangnya.
Daftar Isian Masalah (DIM) pun belum dibuat oleh 11 fraksi di DPR. Malah dalam waktu terdekat, anggota pansus akan melakukan kunjungan kerja ke berbagai wilayah.
Ia mengakui bahwa revisi UU Terorisme tidak bisa dibuat secara terburu-buru karena terjadi perubahan paradigma saat ini dalam memandang tindak pidana terorisme menjadi aksi terorisme.
Untuk itu pendekatan yang digunakan, menurut politisi asal Jawa Barat ini, adalah pendekatan komprehensif di mana pendekatan teritori dan hukum digunakan.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) nantinya akan mempunyai kewenangan dalam penindakan terhadap setiap aksi teroris. Begitu pun Polri yang memiliki tugas yang sama dalam penindakan terorisme namun beda teritori pada wilayah penindakanya.
“Nah nanti tinggal dibagi dan dilihat kasusnya. Liat arealnya, kalau arealnya itu di instana Negara maka mau tidak mau TNI terlibat. Karena tugas kepala Negara itu di militer. Tapi kalau terjadinya di kampung ya biarkan polisi saja, dan kalau diperlukan bantuan TNI bisa dilibatkan,” ungkapnya di sela-sela uji kelaikan dan kepatutan calon anggota KPI, Rabu (19/07).
Ia menambahkan, nantinya Panglima TNI, Kapolri, dan Menteri Pertahanan akan dihimpun dalam sebuah badan yang bernama Crisis Center yang dikomandoi oleh Menkpolhukam.
Crisis Center ini nantinya menjadi tempat untuk berkoordinasi lintas lembaga dalam menangani aksi terorisme.
Selain itu, Crisis Center ini akan memutuskan lembaga mana yang akan menjadi leading sector apakah TNI atau Polri. Bahkan keduanya bisa berkolaborasi di mana TNI dan Polri bisa menjadi leading sectornya dan satu diantaranya menjadi bagian dari perbantuan.
“Polri dan TNI bisa saling membantu atau bekerja secara gabungan dan dilakukan bersama-sama seperti pada kasus penindakan di Poso,” ungkapnya.
Namun demikian kewenangan TNI dibatasi hanya sampai penindakan. Untuk proses hukum, akan diserahkan kepada kepolisian dan pengadilan untuk mengadili para tersangka terorisme.
Untuk itu, dalam melakukan penindakan oleh TNI dan Polri, “melumpuhkan” teroris harus dikedepankan dari pada menembak mati. Apabila teroris hanya dilumpuhkan maka akan banyak informasi yang bisa didapat. Informasi tersebut akan menjadi jembatan yang baik bagi para penegak hukum untuk melakukan tindakan selanjutnya.
Ketika ditanya tugas Badan Nasional Penanggunalangan Terorisme, Anggota DPR dari daerah pemilihan Jabar XI ini belum memikirkan lebih jauh. Pasalnya DPR dan Pemerintah masih harus membahasnya lebih lanjut lagi.
“Karena selama ini BNPT bergerak pada ranah kebijakan seperti dalam deradikalisasi. Nah, apakah tepat, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Penanggulangan itu luas definisinya, pemberantasan itu lebih sempit. Pencegahan, penindakan, pasca teror dan bagaimana mengeluarkan kebijakan selanjutnya,” pungkasnya.
Pengirim: Fraksi Nasdem