Namun demikian, meskipun Orde Baru sudah ditumbangkan dan lahirlah Reformasi, akan tetapi sisa-sisa kekuatan Orde Baru masih memperlihatkan eksistensinya bahkan sangat menonjol dalam berbagai bidang kehidupan sejak awal reformasi hingga sekarang.
Salah satu contohnya adalah masih bercokolnya mantan-mantan pejabat Orde Baru dalam pemerintahan saat ini.
Realitas ini merupakan sebuah pembangkangan terhadap cita-cita perjuangan reformasi, terutama oleh Megawati Soekarnoputri ketika masih menjadi Presiden RI menggantikan Presiden Gus Dur.
Penanganan kasus 27 Juli mengalami macet total, karena Pemerintah terlebih-lebih ketika Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden, enggan dan malu-malu untuk bertindak tegas terhadap pelaku kejahatan 27 Juli.
Padahal publik tetap menuntut agar kasus 27 Juli tetap diselesaikan secara hukum, mengingat kasus 27 Juli bukan persoalan pribadi Megawati Soekarnoputri dan bukan hanya persoalan antara DPP PDIP dengan Soerjadi dkk.
Namun lebih daripada itu kasus 27 Juli adalah produk dari sebuah gerakan perlawanan rakyat bersama melawan kekuasaan otoriter Orde Baru yang menuntut segera lahirnya perubahan melalui reformasi.
Karena itu kasus 27 Juli bukan milik pribadi Megawati Soekarnoputri, tetapi adalah milik publik dimana tanggung jawab sosial dan politik berada di pundak Megawati Soekarnoputri dan DPP PDIP.
PDIP dan Megawati Soekarnoputri justru secara langsung atau tidak langsung selama ini menjadi faktor utama menghambat secara politik jalannya proses hukum.
Sebab lebih mengambil sikap memberikan toleransi yang berlebihan berupa memberikan privillage dan perlindungan secara politik kepada beberapa Tersangka, terutama dari unsur TNI/POLRI yang diduga sebagai pelakunya.