Ditulis oleh : Widi Wahyuwidodo
TRIBUNNERS - Era milenial membuat tren masyarakat urban juga berubah. Bagi marketer, efeknya adalah perubahan dalam aktivitas pemasaran dan penggunaan media promosi.
Dilihat dari biaya iklan nasional, penempatan biaya terbesar adalah media televisi, koran dan majalah. Namun fakta yang berhasil dihimpun berdasarkan survei Brand & Marketing Institute (BMI) Research dan Iconic terhadap 1010 responden di Jabodetabek berkata lain.
Hasil riset mengungkapkan media luar ruang justru lebih efektif dan efisien untuk mengenalkan produk dan jasa kepada konsumen sehingga mempengaruhi keputusan mereka.
Meskipun televisi dan media digital tetap masih menjadi primadona, dengan keunggulan audio visual dan jangkauan yang luas.
Fakta yang ditemukan bahwa tingkat konsumsi masyarakat urban dalam melihat promosi media luar ruang (OOH) mencapai 81%, satu tingkat dibawah televisi 83%, sementara online 55% dan media cetak hanya 20%.
“Kegiatan ekonomi dan bisnis selalu bertumpu pada aktivitas pemasaran dan periklanan di media massa. Meski di era digital saat ini televisi masih jadi media primadona bagi industri untuk mengenalkan produk dan jasa mereka kepada konsumen, namun faktanya iklan di media luar ruang jauh lebih efektif dan efisien,” kata General Manager Iconic Khomeini dalam acara Imogen Update, di Jakarta, Kamis (4/8/2016).
Lebih lanjut Khomeini mengatakan, hasil riset tersebut memantapkan Iconic sebagai agensi spesialis media luar ruang untuk terus mengembangkan bisnisnya.
Iconic saat ini memiliki inventori terbesar di Indonesia dengan 308.360 titik iklan yang bervariasi dari transportasi laut (kapal roro), udara (pesawat komersil), darat (Angkot, KRL, KAI, Bus), pusat belanja, mall dan billboard, potensi bisnisnya mencapai Rp 66,8 triliun pertahun dengan total 688.586 titik iklan.
Menjelaskan hasil risetnya, General Manager BMI Research Shandy Dwi Fernandi mengatakan, meningkatnya penetrasi media luar ruang di Jabodetabek mencapai 81% tersebut didukung fakta bahwa tingginya tingkat mobilitas masyarakat kota besar ditengah kepadatan lalu lintas sehari-hari, sehingga separuh dari mereka melakukan aktivitas di luar rumah selama lebih dari 10 jam setiap harinya.
“Media luar ruang mampu memberikan dampak yang sangat positif dalam mempengaruhi persepsi dan mendorong konsumen di kota besar untuk membeli produk ataupun menggunakan jasa yang iklannya terdapat di berbagai tempat yang tersedia di publik area,” jelasnya.
Sayangnya para marketers belum mengetahui fakta ini sehingga belanja iklan (advertisement expenditure atau adex) media luar ruang masih menempati posisi keempat setelah televisi, koran dan majalah.
“Padahal iklan di media luar ruang lebih efektif dan efisien karena biaya yang sangat terjangkau jika dibandingkan dengan media yang lain. Biaya untuk mempengaruhi 1000 orang melalui iklan luar ruang hanya membutuhkan biaya Rp 2.100, sementara biaya koran mencapai 83 kali dan televisi 28 kali lipat untuk beriklan,” tegas Shandy.
Selain itu, tingginya perhatian masyarakat kota terhadap iklan di media luar ruang juga dipengaruhi oleh tampilan dan penempatan iklan tersebut.
Hal ini karena gambar dan desain (visual) merupakan hal yang paling mudah diingat dan menarik perhatian bagi konsumen, bukan audio.
"Tren di masyarakat urban perkotaan, 5 dari 10 orang atau sekitar 47% selalu melihat iklan luar ruang,” ungkap Shandy.
Mengenai lokasi yang efektif, Khomeini menambahan, penempatan iklan di transportasi publik seperti angkutan kota, kapal, pesawat, atau kereta menguntungkan karena media yang bergerak bisa menarik perhatian masyarakat.
"Potensi titik media luar ruang yang paling tinggi dipilih perusahaan untuk memasang iklan adalah transportasi darat seperti angkutan kota lalu disusul billboard dan gedung perkantoran,” katanya.