Ditulis oleh : Fahira Idris
TRIBUNNERS - Gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy yang akan menerapkan sistem full day school atau kegiatan sehari penuh di sekolah untuk pendidikan dasar (SD dan SMP), baik negeri maupun swasta, menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Sebagian masyarakat mendukung, tetapi banyak juga yang mempertanyakan urgensi dari kebijakan ini jika nanti benar-benar direalisasikan.
"Bagi kami di Komite III DPD, apapun kebijakan bidang pendidikan, orang tua dan murid harus dilibatkan. Tanya pendapat mereka mengenai kebijakan ini. Semua kebijakan muaranya harus dari bawah, baru direalisasikan. Niat full day school baik, tetapi apa kualitas sekolah, baik sumber daya maupun infrastrukturnya sudah siap? Jika kebijakan ini mau direalisasikan, banyak pembenahan yang harus dilakukan terlebih dahulu,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, di Jakarta (9/8/2016).
Fahira mengungkapkan, kebijakan full day school akan tidak berarti jika nantinya sistem ini malah menjadi beban bagi murid karena merasa bosan atau tidak nyaman terlalu lama berada di sekolah.
Oleh karena itu, sebelum kebijakan ini direalisasikan, kementerian harus memperhatikan kesiapan fasilitas dan kesiapan seluruh komponen di sekolah serta kesiapan program-program pendidikan.
Keberhasilan kegiatan sehari penuh di sekolah, lanjut Fahira, sangat tergantung kepada kreativitas dan inovasi dari sekolah dan guru.
Jika sekolah atau guru mampu menghadirkan kegiatan belajar mengajar yang sifatnya informal, cair, tidak kaku, dialogis, rekreatif dan menyenangkan bagi siswa, maka kebijakan ini sangat baik diterapkan.
Namun, jika sekolah atau guru belum mampu menghadirkan ini, maka kebijakan full day schoolharus dipikirkan ulang lagi.
Untuk SD dan SMP, tambah Fahira, full day school metodenya harus belajar sambil bermain.
Kegiatan belajar dan mengajar tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas diselingi dengan permainan yang masih mengandung unsur pendidikan dan pembentukan karakter.
Kegiatan sehari di sekolah akan mempunyai dampak bagi murid jika mereka dijadikan subjek utama dalam proses belajar dan mengajar, sementara sekolah dan guru sebagai fasilitator untuk memancing siswa berinisiatif menggali pelajaran yang didapatnya lewat dialog dan diskusi dengan guru.
“Jadi suasana belajarnya itu reakreatif dan dialogis sehingga siswa tidak bosan atau terbebani meski seharian di sekolah. Kondisi seperti ini harus tercipta dulu di sekolah-sekolah, baru kita bicara full day school,” ujar Senator Jakarta ini.
Menurut Fahira, jika kebijakan full day school ini memang serius mau diterapkan, pemerintah harus benar-benar memanfaatkannya sebagai strategi pengembangan dan inovasi sistem pembelajaran untuk meningkatkan kapasitas murid baik dari sisi cara berpikir, bersikap, dan sisi keterampilan.
“Jadi lamanya waktu di sekolah, benar-benar dimanfaatkan untuk membentuk pribadi murid yang mampu mengenal potensi diri dan lingkungannya yang selama ini mungkin belum tergali maksimal. Kalau sudah seperti ini, kebijakan ini pasti berdampak terhadap kemajuan dunia pendidikan kita,” ujar Fahira.