News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Masyarakat Pro Logika Tumbuh Dampak 'Hoax' Lumpuh

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga membubuhkan tanda tangan dan cap tangan saat Deklarasi Komunitas Masyarakat Anti Hoax saat Car Free Day di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (8/1/2017). Deklarasi tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap informasi bohong alias hoax yang kini makin merajalela beredar di media sosial. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Jenis-Jenis Logical Fallacies (bagian 1)

Logical Fallacies ada puluhan jenis. Irving et al (2014) membagi beberapa macam logical fallacies ke dalam kategori tertentu agar dapat mempermudah para pengguna logika dalam mengidentifikasi dan menghindari kesalahan konstruksi pemikiran. Berikut ini adalah jenis-jenis logical fallacies dan penjelasannya masing-masing.

Fallacies of Relevance (disimbolkan dalam R) Fallacies of relevance adalah tipe logical fallacy yang paling sering ditemui. Fallacy tipe ini adalah fallacy yang memiliki pernyataan atau argumentasi yang tidak sesuai dengan konklusinya. Tipe fallacy ini seringkali digunakan oleh para peneliti yang senang “memaksakan” sesuatu pernyataan agar terlihat logis. Ada tujuh fallacy tipe relevance ini, yaitu: (R1) The appeal to the populace, (R2) The appeal to the emotion, (R3) The red herring,(R4) The straw man, (R5) The attack on the person, (R6) The appeal to force, (R7) Missing the point (irrelevant conclusion).

R1. The appeal to the populace (Argumentum ad Populum); adalah fallacy yang muncul karena konklusinya mengacu pada anggapan yang bersifat popular. Contoh: Semua perokok selalu diidentikan dengan pria yang jantan. Apabila ada seorang pria tidak merokok, menurut anggapan popular (umum), pria tersebut tidaklah jantan. Ini merupakan logical fallacy.

R2. The appeal to the emotion (appeal to pity); adalah fallacy yang timbul dari argumentasi pemikiran yang bersifat mengasihani, bermurah hati, ketidaktegaan atau terkait
dengan hati nurani. Cirinya adalah menggunakan manipulasi perasaan (emosi) seseorang dalam berargumen daripada membuat argumen yang logis. Contoh:
A : “Pejabat partai X menjadi tersangka korupsi!”
B : “Tidak mungkin, dia orang baik. Lihat saja dia sering menyumbang ke orang-orang miskin.”
Dalam hal ini B melakukan logical fallacy dengan mengikutsertakan emosi dalam memberikan tanggapan atau argumentasinya.

R3. The red herring; adalah fallacy yang mengalihkan perbincangan dari permasalahan utama.Tujuannya adalah untuk membingungkan orang atau untuk mengalihkan fokus orang lain. Contoh:
A: Berdasarkan penelitian, coklat itu lebih sehat daripada alkohol.
B: Alkohol itu kesukaan saya, dan selama ini saya sehat-sehat saja. Jadi alkohol itu lebih sehat daripada coklat.
Dalam hal ini B telah melakukan logical fallacy.

R4. The straw man; adalah fallacy yang argumentasinya selalu menempatkan posisi “lawan” sebagai posisi yang ekstrim, mengancam, atau tidak masuk akal daripada kenyataan atau fakta yang sebenarnya terjadi. Cirinya adalah membuat interpretasi yang salah dari argumen orang lain agar lebih mudah diserang.
Contoh:
Ibu: “Dek, sudah dulu main komputernya. Akhir-akhir ini ade terlalu sering main komputer.”
Ade: “Jadi ibu ingin saya berhenti main komputer selamanya? Ingin saya terus-terusan belajar sampai stress gitu? Ibu jahat!”
Ucapan Ade merupakan logical fallacy dengan membuat interpretasi yang berbeda dengan makna pernyataan yang disampaikan oleh Ibu.

R5. Argument against the person (Argumentum ad Hominem); adalah fallacy yang argumentasiya menyerang pihak (orang) tertentu yang sedang memegang peranan. Tujuannya adalah untuk menjatuhkan citra pihak tertentu dengan argumentasi yang tidak didasari fakta yang jelas. Contoh:

Sarah berkata bahwa Zaki harus jadi presiden BEM universitas X. Bob menjawab, “Apakah kita harus percaya dengan perkataan wanita yang sering gonta-ganti pacar, memiliki gaya rambut aneh, dan sering bangun kesiangan?”
Pertanyaan Bob di atas merupakan logical fallacy dengan berargumen yang mengaitkan pendapat Sarah dengan kepribadiannya.

R6. The Appeal to Force (Argumentum ad Baculum); adalah fallacy yang argumentasinya dibekali oleh kepentingan tertentu. Kepentingan tersebut bisa berasal dari pihak-pihak yang memiliki kekuatan untuk “memaksa”. Contoh pada pernyataan berikut. Masyarakat memilih tokoh X karena tokoh X adalah sosok yang sempurna untuk dipilih dan beliau lah satu-satunya yang mampu membawa perubahan pada kota ini. Argumen bahwa tokoh X merupakan sosok yang sempurna untuk dipilih dan merupakan satu-satunya yang mampu membawa perubahan pada kota ini, merupakan suatu pendapat yang dipaksakan untuk diterima atau untuk menggiring opini publik, bukan merupakan suatu
alasan yang menjadi sebab yang sebenarnya. Karena itu argumen tersebut merupakan logical fallacy.

R7. Missing the Point (Ignoratio Elenchi); adalah fallacy yang argumentasinya tidak terkonstruksi kuat, sehingga ketika ada bantahan dari argumentasi lain maka argumentasi awal menjadi lemah dan malah mendukung konklusi yang berbeda daripada mendukung argumentasi itu sendiri. Atau dengan kata lain premis-premis awal terbantahkan sehingga menghasilkan konklusi yang mengikuti alur argumentasi si pembantah. Contoh: Sering terjadi ketika sidang skripsi atau tesis mahasiswa. Di mana banyak argumentasi-argumentasi dari mahasiswa yang berhasil dibelokkan oleh penguji dan akhirnya semua konklusi menjadi tidak ada esensinya.

Jika fenomena seperti ini terjadi, baik sang dosen mendebatnya secara benar ataupun secara fallacy juga, maka argumentasi dari mahasiswa tersebut mengandung kelemahan yang tidak dapat ia pertahankan sehingga akhirnya mahasiswa tersebut melakukan dalam logical fallacy dengan menerima kelemahan argumennya.

Jenis-Jenis Logical Fallacies (bagian 2)

Fallacies of defective induction (disimbolkan dalam D) Pada fallacy jenis ini, meskipun konstruksi premis dalam tiap argument terlihat memiliki relevansi atau keterkaitan dengan konklusinya, namun kerangka pemikirannya terlalu lemah dan tidak efektif. Kerangka pemikiran yang lemah akan menghasilkan konklusi yang tidak akurat pula. Hal tersebut dapat menjadi serangan balik. Ada empat kategori fallacy pada tipe ini, diantaranya: (D1) The argument from ignorance, (D2) The appeal to inappropriate authority, (D3) False cause, dan (D4) Hasty generalization.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini