Oleh: M. Cholil Nafis, Ph D.
TRIBUNNERS - Besok secara serentak 101 daerah akan memilh pemimpinnya. Memilih pemimpin itu kewajiban agama sekaligus kebutuhan sosial.
Menurut agama Islam setiap ada perkumpulan orang diwajibkan ada pemimpinnya. Secara sosiologis masyarakat membutuhkan pemimpin demi keteraturan hidupnya
Menurut Al-Mawardi dalam kitab Al-Ahkam Al-Sulthaniyah, tujuan memilih pemimpin itu untuk meneruskan misi kenabian di muka bumi agar dapat memelihara agama dan menjaga keteraturan masyarakat.
Jelaslah bahwa orientasi kepemimpinan itu untuk menjaga nilai agung keagamaan sekaligus menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Memilih pemimpin tak bisa lepas dari keyakinan beragama yang sekaligus dalam bingkai konstitusi. Tak elok rasanya jika umat beragama dipertentangkan dengan konstitusi dalam memilih pemimpin.
Pemilih dapat menjalankan ajaran agamanya dalam memilih kepala daerah yang sekaligus menaati konstitusi negara.
Pemimpin yang dipilih itu mencerminkan rakyat yang memilihnya. Sebab pemilih akan memilih pemimpin yang dirasa sesuai dengan asa dan kejiwaan yang memilihnya. Maka pilihlah calon pemimpin yang seiman dan memberi maslahah.
Memilih pemimpin itu bukan semata menyoblos surat suara, namun juga mengawali perbaikan kehidupan beragama dan bernegara. Setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban dengan pilihannya secara moral dan agama di hadapan Allah SWT.
Rasulullah saw telah mewanti-wanti umatnya agar memilih pemimpin yang sesuai dengan hati nuraninya bahwa pemimpin yang dipilih adalah orang yang dari golongannya, punya kepekaan dan perhatian besar kepada rakyat.
Rasulullah mengancam umat yang memilih pemimpin karena dibayar (money politic) dengan tidak mendapat syafaatnya kelak di hari kiamat.
Tak ada alasan bagi rakyat yang punya hak pilih utk tidak menggunakan hak pilihnya pada pemungutan suara pemilihan kepala daerah demi ikut melakukan perbaikan terhadap masa depan bangsa.