TRIBUNNEWS.COM, HALMAHERA SELATAN -Kabupaten Halmahera Selatan, salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Maluku Utara ini merupakan daerah dengan jajaran kepulauan yang sangat banyak.
Tak kurang dari 102 spot pantai yang menahbiskan kawasan ini sebagai kota pantai, dan yang terkenal dengan destinasi wisata bawah laut.
Terumbu karang dan biota laut yang masih alami menambah nuansa keindahan alamnya. Ketenangan dan keistimewaan bawah lautnya mampu menghipnotis para wisatawan, terutama dari mancanegara untuk merasakan sensasi relaksasi bawah laut.
Selain memiliki kekayaan alam, warisan tradisional yang tak boleh diremehkan adalah kuliner khasnya. Halmahera Selatan memiliki 16 macam dabu-dabu (sambal). Sambal-sambal ini bukan eksplorasi baru hasil olah para koki modern, tetapi benar-benar ciri khas tradisional peninggalan nenek moyang penduduk di sana.
Sebagai wilayah kesultanan, Halmahera Selatan memiliki banyak kuliner khas, yang dahulunya disajikan sebagai menu perjamuan di dalam kerajaan.
Dan biasanya seorang raja itu paling suka menikmati masakan, maka tak heran wilayah ini kaya akan kuliner sambalnya. Sambal-sambal ini biasanya disajikan dengan makanan utama seperti singkong kukus (Kasbi), sagu, pisang kukus, neon (batang pisang muda).
Bisa juga untuk pendamping lauk pauk seperti ikan bakar, ikan kuah kuning, dan ikan asing goreng; sayur daun papaya dan sayur bunga.
Mendengar ragam sambal yang aduhai, disandingkan dengan makanan utama dan lauk pauk ikan sanggup menggugah gairah selera dan membuat Anda tak sabar untuk mencobanya.
“Bahkan Bung Karno dulu memuji masakan Bacan (salah satu nama pulau di Halmahera Selatan). Dia bilang, ‘ibu-ibu Bacan kalau masak sangat enak.’ Begitu juga dengan Ibu Megawati di awal-awal reformasi tahun 2000-an juga mengatakan makanan Bacan enak sekali. Bahkan beliau sangat suka dengan salah satu sambal Bacan yang namanya Beo. Sambal Pedas, tapi kalau udah makan selalu minta nambah lagi dan lagi.” Tegas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Halmahera Selatan, Nur Kamarullah.
Lebih lanjut Nur Kamarullah menegaskan, “Mungkin di daerah lain kita memberikan ibu-ibu satu ekor ikan hanya bisa jadi satu masakan. Lain lagi di wilayah kami, satu ekor ikan bisa jadi 10 macam masakan. Sambal-sambal ini menjadi kuliner tradisional yang akan terus dipertahankan sebagai warisan yang harus ada dalam setiap masakan.”
Seperti dilansir Expressair magazine, di antara ragam dabu-dabu ini adalah Sambal Bakasang, Sambal Tomat Bakar, Sambal Beo, Sambal Kacang, Sambal Mantah, Sambal Kaswari, Sambal Kelapa, Sambal Loit, dan lain sebagainya.
Selain ragam sambal, ada juga masakan yang lezatnya mengundang selera, seperti di Bacan ada olahan yang dinamakan dengan Amastampawang yang terbuat dari pisang yang ditumbuk ditaburi gula merah dan kelapa.
Nama ini disematkan oleh raja karena kelezatannya. Atau, Ikan Bakar Rica, ikan bakar yang dibumbui rica atau cabe; Ikan Bakar Santan; Ikan Tumis Gohu, semacam sashimi yang diramu dengan berabgai macam cabe dan asem, dan lain-lain.