News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Melawan Akal Sehat!

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melaksanakan sidang paripurna di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (25/9/2014).

Padahal, Pasal 11 Undang-Undang (UU) No. 30 Tahun 2002 tentang KPK menyatakan, dalam melaksanakan tugasnya KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang, pertama, melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tipikor yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; kedua, mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau ketiga, menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.

Jadi dalam OTT di Pamekasan, meski uang suapnya hanya Rp250 juta, KPK tetap berwenang menangani, karena mereka yang ditangkap adalah penyelenggara negara dan penegak hukum, yakni Bupati Achmad Syafii, Kepala Kejaksaan Negeri Rudi Indra Prasetya, Kepala Inspektorat Sucipto Utomo, Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Noer Solehuddin dan Kepala Desa Dasuk Agus Mulyadi.

Ketika KPK melakukan OTT terhadap Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono, 23 Agustus 2017, dengan barang bukti uang suap Rp20,74 miliar, dan merupakan tangkapan terbesar dalam sejarah KPK, Fahri Hamzah tetap menyalahkan KPK. Kata politisi non-parpol itu, KPK menjebak karena menangkap para "mangsa" dengan mengintai, menyadap dan melakukan kerja intelijen.

Dalam logika sederhana, kalau memang tidak bersalah, dijebak seribu kali pun tak akan kena. Sebut saja misalnya ada operasi zebra di tikungan jalan, kalau memang pengendara sepeda motor membawa surat-surat lengkap, memakai helmet dan tak melakukan pelanggaran apa pun, ada operasi tersembunyi sekalipun ia tak akan ditilang. Sekali lagi, hanya pelanggar hukum yang takut kepada polisi, hanya koruptor yang takut kepada KPK.

Melawan akal sehat terus dilakukan DPR dengan tuduhan-tuduhan negatif yang kemudian terbantahkan. Misalnya, menuduh KPK memiliki rumah penyekapan, ternyata safe house. KPK dituduh menekan anggota Komisi II DPR Miryam S. Haryani, terdakwa pemberi keterangan palsu, ketika melakukan pemeriksaan; ternyata saat rekaman pemeriksaan Miryam dibuka dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, 14 Agustus 2017, politisi Hanura itu terlihat begitu santai.

Fahri Hamzah menganggap kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP adalah omong kosong karangan M. Nazaruddin, penyidik KPK Novel Baswedan dan Ketua KPK Agus Rahardjo; ternyata Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis bersalah dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, masing-masing dengan hukuman 7 dan 5 tahun penjara pada 20 Juli 2017.

Sebagian dari tuduhan itu masuk dalam 11 temuan sementara yang diumumkan Pansus KPK (Kompas.com/detik.com, Senin 21 Agustus 2017). Terkait 11 temuan ini, Fahri Hamzah memastikan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK akan direvisi. Salah satunya adalah Pasal 40 yang berbunyi, “KPK tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3) dalam perkara tipikor."

Larangan KPK menerbitkan SP3 dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Padahal, sudah ada preseden atau yurisprudensi bagi tersangka KPK untuk melepaskan status tersangkanya bila memang tidak bersalah, yakni melalui praperadilan seperti berhasil ditempuh mantan calon Kepala Polri Budi Gunawan dan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo.

Bilamana tersangka meninggal dunia, seperti halnya mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Siti Fadjrijah, bukankah menurut Pasal 77 KUHP status tersangkanya otomatis gugur?

Jadi, tak perlu KPK diberi kemewahan kewenangan menerbitkan SP3, karena justru di situlah letak keistimewaan KPK yang berbeda dengan jaksa dan polisi. Korupsi sebagai extraordinary crime harus dilawan dengan cara-cara luar biasa pula, termasuk melawan mereka yang mencoba melawan akal sehat.

Karyudi Sutajah Putra: Pegiat Media, Tinggal di Jakarta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini